http://kompas-cetak/
Pendalungan
Di genting aku tertidur dan bersiap menantimu.
Tertidur seperti mayat yang matanya terbuka.
Terpulas warna samar sampai gelap pekat.
Di udara yang tipis, benang itu terentang.
Lurus dan lenyap di ketinggian. Lewat benang itulah
kau akan tiba padaku. Mungkin memelukku.
Dan menciumku. Seperti kisah perawan yang
tersihir di peti yang cokelat. Dengan tujuh lelaki
cebol yang selalu menangis dan tertawa.
Tujuh lelaki cebol yang kemarin memasuki kamarku.
Dan membangun sebuah keraton mini. Yang penuh
dengan kuburan dan kenduri.
Juga para badut yang selalu ribut dengan
gelang-gelang, obor dan sepatu raksasa. Serta
senapan yang berpeluru bunga-bunga dan hujan.
Katamu dulu: "Bidiklah aku dengan senapan itu!"
Tapi kataku kini: "Aku hanya ingin menantimu. Bukan
membidik!" Tujuh lelaki cebol pun terperangah.
Lalu, di udara yang tipis dan semakin tipis itu,
benang yang terentang bergoyang. Ada gelembung
besar menggelinding turun. Gelembung yang menyala.
Gelembung yang setiap bergerak selalu menyerakkan irama
saluang. Irama yang membuat ribuan tikus takjub.
Dan bersedekuh di seputar aku yang tertidur.
"Kemarilah, kemarilah, gelembung," pinta ribuan tikus itu.
Tapi, sebelum tiba, gelembung yang menyala itu pecah.
Sinar pun bersilangan. Membentuk dirimu yang aku nanti.
Dirimu yang begitu mirip diriku sendiri. Yang pernah
aku benci. Sebab telah merayu kekasihku yang lain.
Yang wujudnya telah aku torehkan di lantai-lantai!
(Gresik, 2007)
Pacinan
Hanya ada lanskap: sebuah warung rujak. Pesanggrahan yang disangga pilar kokoh. Pintu-pintunya terkunci. Gudang beras apak. Jajaran beringin. Dan kengerian yang kerap timbul ketika bulan purnama melintas. Selebihnya: tak ada jisim. Tak ada kuncir dipotong. Dan tak ada sepasang kupu-kupu yang selalu terbang di atas bong. Kupu- kupu yang bertelur di kitab yang dilisankan di pinggir kelenteng.
Sebab pagi itu: laut di belakang menggeram. Jukung ditiris. Seseorang memukul kentongan. Ikan-ikan pun menyembul: "Hai, hai, boleh dilihat, tak boleh dipukat!" Dan di punggung ikan-ikan itu ada garis. Putih menyala. Katanya: "Dulu, si naga sipit telah menitipkan jalur kapalnya di situ. Tapi, sayang, malah tersesat. Menabrak karang. Menangis. Jadi pulau!" Ya, ya, Pulau Menangis dengan mata semakin sipit.
Dan saat pulang: langit pun tertutup perada. Geraknya dihitung simpoa. Dan sebuah kecapi dipetik persik. Persik yang seliat giok. Tapi sekejap. Kemudian tersedot ke atap surau. Dari seribu surau yang bertaburan: "Bunda yang manislah yang telah mengajar si kanak mengaji di surau. Sebab, si bapak merantau ke negeri ringgit. Negeri para pantun dan datuk!"
Lalu malamnya: sambil minum air mineral. Seorang lelaki tua berwajah lokal. Tanpa senyum. Berjalan di bukit. Di belakangnya biji-biji lembayung berbaris. Mengekor panjang. Meliuk seperti liukan ular. Dan dari kejauhan, siapa saja pasti bertanya: "Itu pagebluk atau seluk-beluk pulung?" Memang, ada yang selalu tak terlihat di porselin Ming. Yang remukannya terpungut diam-diam. Dari pesanggrahan tadi pagi.
(Gresik, 2007)
Kelotok
Dengan sepeda. Dengan keranjang di depan sepeda yang penuh
bekal: "Aku memanggilmu." Rambutmu yang panjang jatuh di pusar
ranjang. Dan matamu yang tajam. Setajam ujung jukung. Yang
semalam aku gotong. Telah aku tempelkan di surat bersama
lumut dan ganggang. Surat yang saat ini aku lipat di kantong.
Surat segi empat. Surat dengan warna ungu.
"Aku membencimu Orang Gunung!" sergahmu. Dan tanganmu
meremasi selimut. Ranjang sedikit berderit. Dan aku tahu, kau
cemburu padaku. Juga pada gadis yang telah mengirimi aku
gandul. Gadis yang telah membuat si rabun jadi pecinta lagi.
Dan si pemabuk tertawa sambil berbisik: "Cinta adalah
lekuk-ceruk-teluk kekasih. Kekasih yang diburu!"
Lalu, lewat kibasan tanganmu, aku teringat pada sebuah gapura.
Gapura merah yang pernah aku gambar. Dengan dua singa batu
yang selalu mengunyah bulatan. Singa batu yang pernah mengaum.
Saat seluruh yang meluncur di laut ditumpas. Padahal, cuaca
bersih. Angin tenang. Dan di pantai, orang-orang asik bermain
gundu. Tanpa darah. Tanpa muslihat dan hasutan.
"Maka menjauhlah kau dariku Orang Gunung!" sergahmu lagi.
Seketika surat yang aku lipat di kantong terbakar. Membakar
tubuhku. Juga sepeda, keranjang dan bekalnya. Dan jika begini,
apa aku masih bisa memanggilmu? Kau melengos. Waktu itu
aku merasa, ada ketidakberesan yang lain. Yang akan menjadi
hikayat. Yang membungkus setiap yang kau pijak.
"Tapi, mana mungkin aku menjauh darimu?" selaku. Dan kau
kembali melengos. Dan lewat setiap kayuhan sepedaku, semua yang
terlewati jadi terbakar. Menjalar. Dan yang jika dilihat dari ketinggian,
akan tampak seperti garis yang menyala. Garis yang jika disambung
akan seperti sekepal jantung. Yang ditusuk trisula yang melengkung.
Dengan percik-percik yang bertaburan. Bertaburan di gunung-gunung!
(Gresik, 2007)
Kubur Panjang
Dalam usianya yang ke-700, dia kembali bangkit dari kuburnya. Berjalan ke pantai dan pergi mencari sore. Sambil sesekali mengingati tubuhnya yang limbung. Lewat perseteruan ujung parang. Dan kesetiaan untuk tetap menyimpan rahasia. Yang telah dititipkan guru. Saat seluruh bandar yang dipijak masih seperti lembaran lontar yang kosong. Yang bolong.
Dan ususnya terburai. Limpa dan hatinya yang keluar diseretnya. Lima ekor kera cuma menatap. Rimbun pohon setigi merunduk sesaat dia lewat. Meski langkahnya lebam seperti diarah ketam. Lalu seekor belibis melintas. Di sebelahnya, ada yang menunggang sapu terbang. Perawakannya kabur. Tapi, rasanya, selalu menyebut nama istri sunan yang tak mau dimadu: "Dinda, Dinda!"
Di karang yang licin dia pun bersedekuh. Matanya terpicing. Tapi langit keruh. Apa perseteruan ujung parang yang melimbungkan tubuhnya dulu telah mengusir sore? Ya, dia pun telentang. Seluruh tubuhnya penat. Dan rahasia guru masih disimpannya. Disimpan di jantung sebelah dalam. Bersebelahan dengan denyut yang tak bisa berhenti: "Tak-tak-tak…."
"Guru, bagaimana rahasia ini dapat aku lepas." Akh, racaunya pelan. Dan dari sela bakau yang subur, dia pun melihat istri sunan yang tak mau dimadu itu menangis. Menderas tafsir. Yang isinya: "Ketahuilah, ada yang memang tampak telanjang. Ada pula yang membayang. Di antara keduanya, ada yang terus mengapung. Ada yang terus mengepung. Dan memanjang…."
(Gresik, 2007)
Orang Gili
Aku menyapa dia. Tanpa salam. Tanpa kenal. Tanpa kedip. Dan
dia mengajakku ke pulaunya. Pulau yang terpencil. Pulau yang
penuh jalan sempit. Melingkar-melingkar. Naik-turun. Berdebu.
Yang kerjanya melahap setiap yang masuk. Dan yang keluar
dibekap mabuk. Mabuk laut yang licik.
"Aku punya tunangan. Tapi menampik. Sebab dipikir, dirinya
tak sepadan denganku!" katanya sambil merapikan rambutnya.
Matanya mengerling. Menjadi danau luas. Danau tempat dia
pernah mencium tunangannya. Danau yang di pusarnya ada
sumur yang berundak. Tempat orang ingin hilang.
"Tapi, meski ditampik, aku tak mau hilang!" tambahnya.
Memang, dia seperti tak bisa hilang. Dua kakinya kokoh. Dua
tangannya cekatan. Sedang badannya pun liat. Mengkilat.
Seperti baja yang berlapis-lapis. Baja yang akan membalik tanah.
Juga nasib pemiliknya.
"Segalanya mesti disederhanakan. Mesti!" Dan dia pun menulis
pesan di pohon dengan pisau. Artinya tak jelas. Cuma yang aku
lihat: gambar-hati, tanda-silang dan sebuah wajah-segi-tiga.
Dan di sebelahnya lagi, ada sebuah bendera bergambar rangka:
"Hidup memang cuma tulang!"
Dan ketika lebih masuk ke pulau, aku melihat dia melepas
pakaiannya. Di punggungnya ada tato. Tato binatang. Binatang
apa? Aku tak pernah melihatnya. Cuma mulut binatang itu terbuka.
Seperti sedotan sebuah kapal. Kapal ganjil yang angker. Yang
kaptennya putih. Berbau pesing.
"Kamu tahu, kapten itulah yang mengajari aku bersiul." Dan
bersiullah dia. Bersiul memanggil yang bisa dipanggil. Agar
keluar dari kerimbunan. Keluar dari gua-gua seperti orang
yang bingung menerjang cahaya. Orang yang bingung yang selalu
membakar dengan setiap apa yang bisa dibakar.
"Kamu tahu juga, tunanganku menampik karena orang yang bingung
itu!" Dan akh, dia pun memeluki yang disiuli itu. Lalu, seperti
kotbah yang mendadak, dia pun berkotbah di tengah-tengahnya.
Kotbah miring. Dan kedengarannya, seperti bahasa yang tersedak
oleh muntahannya sendiri.
Aku pun rindu pada jalan balik. Jalan ke sumur di pusar danau tadi....
(Gresik, 2007)
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar