Minggu, 01 Februari 2009

(Bukan) Kertas Pembungkus Terasi

Grathia Pitaloka
http://jurnalnasional.com/

Nasib sastra daerah semakin kritis. Yayasan Rancage memulai pemeliharaannya melalui sastra Sunda.

Bila tidak membaca potongan cerita dari kertas pembungkus terasi, mungkin Holisoh tidak akan menjadi penulis seperti sekarang. Mungkin terdengar kurang romantis, tetapi kertas pembungkus terasi itulah yang menjadi titik mula perjalanan karier kepenulisan Holisoh.

Dalam kancah dunia sastra, nama Holisoh mungkin tidak setenar Ayu Utami atau Djenar Maesa Ayu. Tetapi dari tangan dinginnya telah lahir ratusan karya sastra berbahasa Sunda. Roman Kembang-kembang Petingan (Kembang-kembang Pilihan) merupakan salah satu karya Holisoh yang berhasil memenangkan Hadiah Sastra Lembaga Basa Jeung Sastera Sunda (LBSS) tahun 2000.

Kondisi sastra berbahasa Sunda atau bahasa daerah lainnya memang sedang berada dalam kondisi memprihatinkan. Pepatah "hidup segan mati tak mau" terasa tepat untuk menggambarkannya. "Sastra daerah saat ini berada dalam kondisi kritis," kata penyair Sapardi Djoko Damono kepada Jurnal Nasional, Selasa (28/1).

Membaca fenomena itu budayawan Ajip Rosidi merasa tergerak. Maka pada tahun 1989 lelaki yang lama menetap di Negeri Sakura ini pun memprakarsai berdirinya Yayasan Rancage. "Sastra daerah mempunyai hak hidup yang sama besar dengan sastra nasional," kata Ajip ketika dihubungi melalui telepon genggamnya.

Yayasan Rancage memberikan hadiah untuk para sastrawan yang menulis menggunakan bahasa ibu. Pada tahun-tahun pertama Yayasan Rancage hanya memberikan penghargaan untuk sastrawan yang menulis dengan bahasa Sunda, namun sejak tahun 1994 mereka mulai merangkul sastrawan yang menulis dengan bahasa Jawa.

Tiga tahun kemudian Yayasan Rancage semakin melebarkan sayapnya dengan memberikan hadiah pada sastrawan yang menulis dengan bahasa Bali. Pada tahun 2006 Yayasan Rancage juga menerima kiriman karya berbahasa Lampung.

Tetapi karena karya tersebut dibuat tahun 2002 sehingga tidak dapat dimasukkan dalam nominasi penerima hadiah Rancage. Faktor lain yang mendasari lebih pada masalah teknis yakni dana. "Namun ke depannya kami tetap berencana untuk memberikan hadiah kepada sastrawan yang menulis dalam bahasa Lampung," kata Ajip.

Selama dua puluh tahun berproses, Yayasan Rancage juga melakukan berapa perubahan terkait kriteria penerima hadiah. Jika pada tahun pertama hadiah diberikan kepada sasterawan yang menerbitkan buku unggulan, namun sejak tahun kedua hadiah juga diberikan kepada orang atau lembaga yang dianggap besar jasanya dalam memelihara serta mengembangkan bahasa ibu.

Maka tiap tahun ada enam enam hadiah yang diberikan Yayasan Rancage kepada sastrawan yang menulis dalam bahasa Bali, Jawa, dan Sunda. Beberapa kali yayasan ini juga memberikan hadiah "Samsudi" buat pengarang yang menerbitkan buku bacaan anak-anak unggulan dalam bahasa Sunda.

Selama dua dasawarsa berusaha mengobarkan suluh api sastra daerah tentu banyak kerikil-kerikil tajam yang harus dilalui oleh Yayasan Rancage. Sama seperti penggiat kesenian lainnya Yayasan Rancage juga tersandung oleh masalah klasik yaitu pendanaan.

Tetapi untungnya masih banyak orang-orang yang menaruh perhatian terhadap kelangsungan hidup sastra daerah. Dari merekalah terkumpul sedikit demi sedikit dana untuk mensponsori pemberian hadiah Rancage. "Sastra daerah merupakan warisan kekayaan budaya yang harus kita pertahankan keberadaannya," kata Ajip.

Pria yang pada usia 15 tahun sudah menjabat menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Suluh Pelajar ini berpendapat jika keberadaan sastra daerah mendukung bahkan menopang perkembangan sastra nasional.

Ia menuturkan bahwa hal tersebut bisa dilihat pada beberapa karya-karya beberapa sastrawan besar nasional seperti Pramoedya Ananta Toer, Utuy Tatang Sontani, dan Umar Khayam. "Bagi mereka yang paham, dapat melihat jelas pengaruh sastra daerah pada karya mereka."

Pelestarian Budaya

Kritikus sastra Jakob Soemardjo melihat langkah yang dilakukan Yayasan Rancage merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan keberadaan sastra daerah yang hampir punah. "Banyak yang sudah tidak peduli dengan keberadaan sastra daerah," kata Jakob ketika dihubungi secara terpisah oleh Jurnal Nasional.

Memang saat ini sastra daerah sedang berada pada titik nadir. Bukan hanya karena sedang terbaring sekarat dalam kondisi memprihatinkan, tetapi satu per satu bahasa daerah harus menemui ajalnya karena tidak digunakan lagi.

Padahal pengajar Filsafat Seni di Fakultas Seni Rupa Desain di Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung ini menilai keberadaan sastra daerah telah memperkaya sastra nasional. Ia menuturkan, ada beberapa hal yang hanya bisa diungkapkan melalui sastra daerah.

Namun menurut Sapardi, penerima Anugerah Puisi Poetra Malaysia tahun 1996 ini, langkah yang dilakukan oleh Yayasan Rancage belum lengkap. "Mereka baru hanya memberikan hadiah. Menurut saya bentuk pelestarian sastra daerah yang lebih utuh lagi adalah dengan menerbitkan kembali majalah atau buku berbahasa daerah," kata lelaki yang masih terlihat segar di usianya 68 tahun ini.

Sapardi berpendapat, sastra daerah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sastra nasional dan sastra dunia. Hal itu disebabkan saat ini kita tidak bisa melihat sesuatu secara terpisah-pisah.

Namun demikian, penulis kumpulan sajak Hujan di Bulan Juni ini tidak sepakat jika keberadaan sastra daerah dikatakan mendukung perkembangan sastra nasional. "Tidak bisa memperkuat satu jenis satra untuk memperkuat sastra lain. Keduanya memang saling berkaitan tetapi tidak ada hubungan saling menguatkan," kata lulusan Basic Humanities Program, Universitas Hawaii, Amerika Serikat ini.

Keadaan sastra daerah yang berada pada kondisi terpuruk tak bisa dilepaskan dari kenyataan banyaknya bahasa daerah yang mati. Survei yang dilakukan oleh sejumlah pakar di perguruan tinggi menyebutkan, saat ini terdapat sepuluh bahasa daerah yang dinyatakan punah.

Dalam penelitian itu juga didapatkan fakta bahwa ada sekitar 700 bahasa daerah lain yang terancam punah. Potensi kepunahan juga dimiliki oleh bahasa Jawa, Lampung, dan Bali. Tiga bahasa yang tengah mendapat perhatian dari Yayasan Rancage.

Namun demikian, Sapardi melihat kematian bahasa daerah sebagai sesuatu yang wajar. Hal tersebut pernah dialami oleh bahasa Mesir kuno dan bahasa Latin. "Apalagi bahasa Indonesia memang lebih sering digunakan sebagai alat komunikasi sehari-hari," kata mantan dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia ini.

Lebih lanjut ia menuturkan jika kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga memengaruhi semakin menghilangkan tapal batas antarnegara sehingga bisa jadi mereka lebih akrab dengan kebudayaan lain di luar Indonesia. "Di satu sisi ini baik supaya mereka tidak menjadi katak dalam tempurung," kata Sapardi.

Langka tapi Perlu

Meski langka, tetapi masih ada satu dua penulis yang mau mengabdikan diri untuk sastra daerah. Mereka sadar wilayah ini tidak menjanjikan materi yang berlimpah atau popularitas yang mengilap.

Beberapa penulis memilih bermain di dua kaki (menulis dalam dahasa daerah dan bahasa Indonesia), beberapa lainnya berkecimpung total dengan hanya menulis dengan bahasa ibu. Mereka berusaha bertahan meski dengan napas terengah.

Ketika diselami lebih lanjut, ternyata menulis dalam bahasa daerah bukan perkara mudah. Yang dibutuhkan bukan hanya penguasaan tema, kosakata, dan struktur bahasa, penulis juga harus menguasai budaya tempat bahasa itu berkembang.

Kemampuan itu diperlukan agar tidak terjadi kesalahan dalam penempatan kata. Setiap kata bukan cuma dipahami artinya, tapi juga maknanya. Ada beberapa kosakata yang mengalami pergeseran makna seiring dengan perkembangan zaman. Bila tidak berhati-hati ini bisa menjadi sandungan bagi para penulis.

Salah satu rumus jitu untuk menguasainya adalah dengan menggali dari cerita yang sudah ada. Selain memberikan inspirasi, karya-karya lawas dapat memperkaya kosakata karena banyak kata yang tak ditemukan dalam buku terbitan terkini.

Dari segi tema para penulis sastra daerah juga belum terlalu berani melakukan eksperimen dibanding para penulis lain yang menggunakan bahasa Indonesia. Struktur cerita yang mereka hadirkan juga cenderung linier dengan terpaku pada satu tokoh utama. Selain itu mereka juga belum berani menjamah seting cerita yang jauh dari lingkungannya.

Selain perihal teknik penulisan, penulis sastra daerah juga harus menghadapi rendahnya penghargaan yang diberikan kepada mereka secara materi. Satu cerita pendek dalam bahasa Indonesia bisa dihargai ratusan ribu rupiah untuk sekali terbit di media sementara honor penulis cerita pendek berbahasa daerah hanya Rp45 ribu.

Kerikil lain yang menjadi hambatan adalah minimnya penerbitan. Masyarakat Sunda pernah punya majalah Hanjuang. Lalu ada mingguan Giwangkara, surat kabar Galura, dan majalah Mangle serta penerbit buku Kiblat Buku Utama dan Girimukti Pusaka.

Sementara pencinta sastra Jawa masih punya Penjebar Semangat. Pada 1960-an, Yogyakarta punya surat kabar Kembang Brayan sampai 1971. Setelah itu muncul majalah Djaka Lodang. Dari Solo, lahir mingguan Dharma Nyata dan Parikesit pada awal 1970-an. Di Surabaya, muncul Jaya Baya pada 1980-an, yang tetap bertahan hingga sekarang.

Minimnya sarana dan prasarana yang mau menampung ekspresi para penulis sastra daerah sedikit banyak mengebiri kreativitas mereka. Tetapi tentu keterbatasan itu harus dibaca sebagai tantangan bukan hambatan, sehingga sastra daerah bukan sekadar kertas pembungkus terasi.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi