Grathia Pitaloka
http://jurnalnasional.com/
Nasib sastra daerah semakin kritis. Yayasan Rancage memulai pemeliharaannya melalui sastra Sunda.
Bila tidak membaca potongan cerita dari kertas pembungkus terasi, mungkin Holisoh tidak akan menjadi penulis seperti sekarang. Mungkin terdengar kurang romantis, tetapi kertas pembungkus terasi itulah yang menjadi titik mula perjalanan karier kepenulisan Holisoh.
Dalam kancah dunia sastra, nama Holisoh mungkin tidak setenar Ayu Utami atau Djenar Maesa Ayu. Tetapi dari tangan dinginnya telah lahir ratusan karya sastra berbahasa Sunda. Roman Kembang-kembang Petingan (Kembang-kembang Pilihan) merupakan salah satu karya Holisoh yang berhasil memenangkan Hadiah Sastra Lembaga Basa Jeung Sastera Sunda (LBSS) tahun 2000.
Kondisi sastra berbahasa Sunda atau bahasa daerah lainnya memang sedang berada dalam kondisi memprihatinkan. Pepatah "hidup segan mati tak mau" terasa tepat untuk menggambarkannya. "Sastra daerah saat ini berada dalam kondisi kritis," kata penyair Sapardi Djoko Damono kepada Jurnal Nasional, Selasa (28/1).
Membaca fenomena itu budayawan Ajip Rosidi merasa tergerak. Maka pada tahun 1989 lelaki yang lama menetap di Negeri Sakura ini pun memprakarsai berdirinya Yayasan Rancage. "Sastra daerah mempunyai hak hidup yang sama besar dengan sastra nasional," kata Ajip ketika dihubungi melalui telepon genggamnya.
Yayasan Rancage memberikan hadiah untuk para sastrawan yang menulis menggunakan bahasa ibu. Pada tahun-tahun pertama Yayasan Rancage hanya memberikan penghargaan untuk sastrawan yang menulis dengan bahasa Sunda, namun sejak tahun 1994 mereka mulai merangkul sastrawan yang menulis dengan bahasa Jawa.
Tiga tahun kemudian Yayasan Rancage semakin melebarkan sayapnya dengan memberikan hadiah pada sastrawan yang menulis dengan bahasa Bali. Pada tahun 2006 Yayasan Rancage juga menerima kiriman karya berbahasa Lampung.
Tetapi karena karya tersebut dibuat tahun 2002 sehingga tidak dapat dimasukkan dalam nominasi penerima hadiah Rancage. Faktor lain yang mendasari lebih pada masalah teknis yakni dana. "Namun ke depannya kami tetap berencana untuk memberikan hadiah kepada sastrawan yang menulis dalam bahasa Lampung," kata Ajip.
Selama dua puluh tahun berproses, Yayasan Rancage juga melakukan berapa perubahan terkait kriteria penerima hadiah. Jika pada tahun pertama hadiah diberikan kepada sasterawan yang menerbitkan buku unggulan, namun sejak tahun kedua hadiah juga diberikan kepada orang atau lembaga yang dianggap besar jasanya dalam memelihara serta mengembangkan bahasa ibu.
Maka tiap tahun ada enam enam hadiah yang diberikan Yayasan Rancage kepada sastrawan yang menulis dalam bahasa Bali, Jawa, dan Sunda. Beberapa kali yayasan ini juga memberikan hadiah "Samsudi" buat pengarang yang menerbitkan buku bacaan anak-anak unggulan dalam bahasa Sunda.
Selama dua dasawarsa berusaha mengobarkan suluh api sastra daerah tentu banyak kerikil-kerikil tajam yang harus dilalui oleh Yayasan Rancage. Sama seperti penggiat kesenian lainnya Yayasan Rancage juga tersandung oleh masalah klasik yaitu pendanaan.
Tetapi untungnya masih banyak orang-orang yang menaruh perhatian terhadap kelangsungan hidup sastra daerah. Dari merekalah terkumpul sedikit demi sedikit dana untuk mensponsori pemberian hadiah Rancage. "Sastra daerah merupakan warisan kekayaan budaya yang harus kita pertahankan keberadaannya," kata Ajip.
Pria yang pada usia 15 tahun sudah menjabat menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Suluh Pelajar ini berpendapat jika keberadaan sastra daerah mendukung bahkan menopang perkembangan sastra nasional.
Ia menuturkan bahwa hal tersebut bisa dilihat pada beberapa karya-karya beberapa sastrawan besar nasional seperti Pramoedya Ananta Toer, Utuy Tatang Sontani, dan Umar Khayam. "Bagi mereka yang paham, dapat melihat jelas pengaruh sastra daerah pada karya mereka."
Pelestarian Budaya
Kritikus sastra Jakob Soemardjo melihat langkah yang dilakukan Yayasan Rancage merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan keberadaan sastra daerah yang hampir punah. "Banyak yang sudah tidak peduli dengan keberadaan sastra daerah," kata Jakob ketika dihubungi secara terpisah oleh Jurnal Nasional.
Memang saat ini sastra daerah sedang berada pada titik nadir. Bukan hanya karena sedang terbaring sekarat dalam kondisi memprihatinkan, tetapi satu per satu bahasa daerah harus menemui ajalnya karena tidak digunakan lagi.
Padahal pengajar Filsafat Seni di Fakultas Seni Rupa Desain di Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung ini menilai keberadaan sastra daerah telah memperkaya sastra nasional. Ia menuturkan, ada beberapa hal yang hanya bisa diungkapkan melalui sastra daerah.
Namun menurut Sapardi, penerima Anugerah Puisi Poetra Malaysia tahun 1996 ini, langkah yang dilakukan oleh Yayasan Rancage belum lengkap. "Mereka baru hanya memberikan hadiah. Menurut saya bentuk pelestarian sastra daerah yang lebih utuh lagi adalah dengan menerbitkan kembali majalah atau buku berbahasa daerah," kata lelaki yang masih terlihat segar di usianya 68 tahun ini.
Sapardi berpendapat, sastra daerah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sastra nasional dan sastra dunia. Hal itu disebabkan saat ini kita tidak bisa melihat sesuatu secara terpisah-pisah.
Namun demikian, penulis kumpulan sajak Hujan di Bulan Juni ini tidak sepakat jika keberadaan sastra daerah dikatakan mendukung perkembangan sastra nasional. "Tidak bisa memperkuat satu jenis satra untuk memperkuat sastra lain. Keduanya memang saling berkaitan tetapi tidak ada hubungan saling menguatkan," kata lulusan Basic Humanities Program, Universitas Hawaii, Amerika Serikat ini.
Keadaan sastra daerah yang berada pada kondisi terpuruk tak bisa dilepaskan dari kenyataan banyaknya bahasa daerah yang mati. Survei yang dilakukan oleh sejumlah pakar di perguruan tinggi menyebutkan, saat ini terdapat sepuluh bahasa daerah yang dinyatakan punah.
Dalam penelitian itu juga didapatkan fakta bahwa ada sekitar 700 bahasa daerah lain yang terancam punah. Potensi kepunahan juga dimiliki oleh bahasa Jawa, Lampung, dan Bali. Tiga bahasa yang tengah mendapat perhatian dari Yayasan Rancage.
Namun demikian, Sapardi melihat kematian bahasa daerah sebagai sesuatu yang wajar. Hal tersebut pernah dialami oleh bahasa Mesir kuno dan bahasa Latin. "Apalagi bahasa Indonesia memang lebih sering digunakan sebagai alat komunikasi sehari-hari," kata mantan dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia ini.
Lebih lanjut ia menuturkan jika kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga memengaruhi semakin menghilangkan tapal batas antarnegara sehingga bisa jadi mereka lebih akrab dengan kebudayaan lain di luar Indonesia. "Di satu sisi ini baik supaya mereka tidak menjadi katak dalam tempurung," kata Sapardi.
Langka tapi Perlu
Meski langka, tetapi masih ada satu dua penulis yang mau mengabdikan diri untuk sastra daerah. Mereka sadar wilayah ini tidak menjanjikan materi yang berlimpah atau popularitas yang mengilap.
Beberapa penulis memilih bermain di dua kaki (menulis dalam dahasa daerah dan bahasa Indonesia), beberapa lainnya berkecimpung total dengan hanya menulis dengan bahasa ibu. Mereka berusaha bertahan meski dengan napas terengah.
Ketika diselami lebih lanjut, ternyata menulis dalam bahasa daerah bukan perkara mudah. Yang dibutuhkan bukan hanya penguasaan tema, kosakata, dan struktur bahasa, penulis juga harus menguasai budaya tempat bahasa itu berkembang.
Kemampuan itu diperlukan agar tidak terjadi kesalahan dalam penempatan kata. Setiap kata bukan cuma dipahami artinya, tapi juga maknanya. Ada beberapa kosakata yang mengalami pergeseran makna seiring dengan perkembangan zaman. Bila tidak berhati-hati ini bisa menjadi sandungan bagi para penulis.
Salah satu rumus jitu untuk menguasainya adalah dengan menggali dari cerita yang sudah ada. Selain memberikan inspirasi, karya-karya lawas dapat memperkaya kosakata karena banyak kata yang tak ditemukan dalam buku terbitan terkini.
Dari segi tema para penulis sastra daerah juga belum terlalu berani melakukan eksperimen dibanding para penulis lain yang menggunakan bahasa Indonesia. Struktur cerita yang mereka hadirkan juga cenderung linier dengan terpaku pada satu tokoh utama. Selain itu mereka juga belum berani menjamah seting cerita yang jauh dari lingkungannya.
Selain perihal teknik penulisan, penulis sastra daerah juga harus menghadapi rendahnya penghargaan yang diberikan kepada mereka secara materi. Satu cerita pendek dalam bahasa Indonesia bisa dihargai ratusan ribu rupiah untuk sekali terbit di media sementara honor penulis cerita pendek berbahasa daerah hanya Rp45 ribu.
Kerikil lain yang menjadi hambatan adalah minimnya penerbitan. Masyarakat Sunda pernah punya majalah Hanjuang. Lalu ada mingguan Giwangkara, surat kabar Galura, dan majalah Mangle serta penerbit buku Kiblat Buku Utama dan Girimukti Pusaka.
Sementara pencinta sastra Jawa masih punya Penjebar Semangat. Pada 1960-an, Yogyakarta punya surat kabar Kembang Brayan sampai 1971. Setelah itu muncul majalah Djaka Lodang. Dari Solo, lahir mingguan Dharma Nyata dan Parikesit pada awal 1970-an. Di Surabaya, muncul Jaya Baya pada 1980-an, yang tetap bertahan hingga sekarang.
Minimnya sarana dan prasarana yang mau menampung ekspresi para penulis sastra daerah sedikit banyak mengebiri kreativitas mereka. Tetapi tentu keterbatasan itu harus dibaca sebagai tantangan bukan hambatan, sehingga sastra daerah bukan sekadar kertas pembungkus terasi.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar