Muhammad Zuriat Fadil
http://www.sastra-indonesia.com/
And I have to be sure
When I walk out the door
O ,How I wont to break free…
(I Want to Break Free, Queen)
Hari itu Izroil sedang mendapat tugas berat, yakni mencabut nyawa seorang ibu yang dulu pernah mengutuk anaknya menjadi batu. Setelah menyelesaikan tugasnya di beberapa tempat dan waktu yang berbeda, Izroil pun kembali melesat dengan kecepatan cahaya membelah ruang menembus zaman, menuju kediaman Bunda Malin. Ibu itu rupanya sedang termenung dalam lamunan ketika Izroil sampai di depan pintu kamarnya.
Lima tahun telah berlalu sejak peristiwa itu terjadi. Peristiwa yang menggemparkan para malaikat ruhaniyyun di atas sana dan para manusia setempat. Seorang ibu yang mengutuk anaknya menjadi batu, tentulah sorang ibu mulia yang diberi karomah oleh sang pemilik segala kesaktian. Inilah yang membuat Izroil sedikit nervous menjalankan perintah itu. Kalau hanya sekedar jendral, presiden, raja, kiai, ulama, pendeta, para pejabat, pengusaha, rektor, preman pasar, dekan, dukun dan lain-lain sih bukan masalah bagi Izroil, toh mereka cuma terhormat di kalangan para manusia. Tapi ibu ini….tentulah dia berlimpah kasih dari Sang Maha Kasih. Huff… tapi bagaimanapun beratnya Izroil mesti menjalankan amanah ini, sebab inilah tugasnya. Mencabut nyawa. Dan dengan inilah kehidupan seseorang akan lengkap, kematian. Lalu pada gilirannya, keseimbangan dan keselarasan kehidupan akan berjalan harmonis.
”Selamat malam ibu yang mulia,” Izroil mulai menyapa.
”Apakah kau malaikat pencabut nyawa itu, hai orang asing yang sedari tadi berdiri di depan kamarku?”. Di luar dugaan rupanya Bunda Malin sudah mengetahui kehadiran Izroil sebelumnya. “Ya, ini hamba, hendak menjalankan tugas membimbing nyawa ibu mulia menuju kehidupan nyata.”
“ Halah! Kau mau mencabut nyawaku. Bilang saja begitu, tak usah bertele-tele!”. Mata Bunda Malin masih menerawang jauh, tampak tak fokus. Heran juga Izroil dibuatnya sebab biasanya para kekasih Tuhan selalu berwajah tenang dan tanpa beban, terutama saat menjelang ajal. Tapi memandang wajah Bunda Malin, Izroil seolah sedang menangkap adanya beban berat dalam diri sang Ibu.
Apakah Ibu mulia takut menghadapi ajal?
“Tenang saja Ibu mulia, hamba akan melakukan tugas ini dengan perlahan dan sehalus mungkin. Dirimu adalah orang yang dikasihi, tentu tidak akan….”
“APA KATAMU??!!!! DIKASIHI??!!!!” suara Bunda Malin menggelegar bahana memotong kalimat Izroil. Memecah keheningan alam malam, merobek kesunyian, disertai tatapan mata tajam menatap Izroil seakan menembus makhluk nur itu. Kalaulah Izroil punya jantung, tentulah sudah melompat dari tempatnya semula. Bagaimana tidak? Melihat prestasi Bunda Malin dalam hal laknat-melaknat, bukan tidak mungkin Izroil berpikir akan dilaknat juga. Seorang anak manusia dikutuk menjadi batu oleh ibunya karena durhaka, bolehlah bisa diterima oleh catatan sejarah panjang umat manusia. Tapi sesosok malaikat pencabut nyawa dikutuk menjadi batu? Wah….bisa- bisa malah jadi bahan tertawaan ummat akhir zaman nanti.
”Oh, rupanya malaikat sepertimu pun tidak mengerti perasaanku yang sebenarnya?”
Jelas sekali Ibu Mulia, hamba tidak dibekali pengertian tentang perasaan Bani Adam agar bisa melaksanakan tugas ini seefekitif dan seefisien mungkin.
”Semua orang menganggapku sebagai ibu yang mulia sampai bisa melaknat anaknya menjadi batu. Apa yang bisa kulakukan dengan anggapan konyol itu? Tidakkah mereka melihat penderitaan ku setelah kejadian itu? Hari-hari yang kulalui dengan beban berat derita. Setiap kali aku ke pantai, aku melihat patung anakku dengan wajah memohon ampun. Penderitaan apa yang bisa lebih berat dari seorang ibu yang mesti melihat anaknya menderita tiap kali? Sesungguhnya, saat itu bukanlah Malin yang dikutuk. Akulah yang sejatinya dilaknat Sang Maha Pemaaf.”
Izroil tak mengerti, memang bukan tugasnya untuk mengerti segala sesuatu, tapi rasa penasaan itu nakal juga hinggap begitu saja. “Ibu Mulia, bukankah doamu yang mustajab itu adalah bukti bahwa dirimu adalah manusia pilihan? Bukankah itu adalah karomah yang diberikan oleh Sang Maha Mulia sebagai balasan atas kesabaranmu?”
”Sabar? Yaa… semestinya aku bersabar. Sebab kesabaran tidak mengenal batas, wahai malaikat. Kemarahanlah yang sesungguhnya berbatas. Bagai tebing jurang curam, sekali kau terperosok maka tak ada jalan keluar darinya…. Uhuk…Uhuk…!” Bunda Malin sudah kembali tenang, mungkin juga karena paru-parunya yang sudah sedemikian lemah. Perasaan bersalah yang sedemikian berkecamuk dalam dirinya membuatnya susah tidur beberapa tahun belakangan. Udara dingin malam beserta angin dari pantai rupanya ampuh mengerjai paru-parunya. Tapi sebenarnya penyakit paru-paru itu hanya salah satu agen bawahan Izroil, untuk merasionalisasikan kematian sang Ibu.
”Maafkan, tapi hamba yang berasal dari alam malakut ini belum mengerti Ibu Mulia. Kau sudah menunggu anakmu yang merantau bertahun-tahun lamanya. Sekembalinya dia dari perantauan, dia malah tidak mau mengakuimu sebagai ibunya. Jelas sekali bahwa Malin adalah anak durhaka dan patut dihukum atas kesombongan dan kedurhakaannya. Apa yang membuatmua berpikir bahwa engkaulah yang dilaknat dalam perkara ini?”
Terbatuk beberapa kali. Sambil meminum air dari gelas yang memang dipersiapkannya, Bunda Malin melanjutkan penjelasan. ”Bahwa malin berdosa atas diriku tentu saja ya, tapi menganggap akulah pihak paling benar tanpa satu kesalahan dalam permasalahan ini, tentu tak bisa dibenarkan juga. Aku bersabar menunggunya, tiap hari aku menantinya, jelaslah saat itu kesabaranku diuji oleng Sang Maha Penyabar dan Maha Pemaaf. Ketika kedatangan Malin, aku sungguh bersuka cita. Apa yang kunantikan, kupikir akhirnya tiba juga. Tapi aku melupakan satu hal wahai malaikat, bahwa ujian dari-Nya sebenarnya berlapis, tak berkesudahan. Saat itulah puncak dari ujian kesabaranku. Apa yang kau sebut sebagai karomah atau kelebihan yang diberikan kepadaku, tidak lain sekedar buah dari kemarahan sesaat yang sedang bersimaharaja di hatiku. Dan itu adalah kesalahaan fatal. Sisa hidupku harus dihabiskan dengan menerima penderitaan ini serta rasa bersalah tak berujung. Maka betapa aku menantikan hari ini wahai malaikat, hari ketika semua penderitaan ini berakhir. Jadi cepatlah, cabut nyawaku, akhiri semua penderitaan ini, biarlah manusia-manusia sesudahku belajar dari kesalahan yang kubuat.”
Belajar?
”Oh ya, sepertinya memang seperti itu Ibu mulia. Hamba baru saja dari masa depan untuk mencabut nyawa beberapa manusia di sana. Di masa depan nanti kisahmu menjadi dongeng pelajaran untuk anak yang durhaka.”
Di luar dugaan, ketika mendengar kabar dari masa depan itu, batuk Bunda Malin makin keras dan parah, bahkan sudah sampai mengeluarkan darah. Tubuh rentanya bergetar akibat menahan kemarahan. Matanya memerah menatap Izroil dengan tatapan setajam Golok Pembunuh Naga milik Tiau Bu Ki dalam serial To Liong To.
Aduh Gusit diri sejati, aku salah apa lagi….kumohon….jangan kutuk aku jadi batu. Ibu Mulia…..
”Oh tidak mungkin, sesederhana itukah tafsir mereka atas kisah ku?”
”Seperti yang kau tahu Ibu Mulia, kemampuan intelektual manusia semakin menurun dari zaman ke zaman. Tapi di mana letak salahnya pengartian itu? Bukankah benar kisah ini adalah tentang anak durhaka?”
“Ya, ini adalah kisah tentang anak durhaka… Uhuk…” batuk lagi, kemudian melanjutkan, “tapi manusia tidak boleh lupa bahwa selain itu, ini juga adalah kisah tentang ibu yang durhaka.”
”Ibu durhaka?”
”Ya, durhaka terhadap kesabarannya. Kemarahan seorang ibu adalah kemarahan Penciptanya, laknat Ibu adalah laknat-Nya. Inilah yang mesti mereka pelajari. Hal ini bukan fasilitas, tapi ujian bagi setiap ibu untuk menjadi sesabar yang Maha Sabar. Mereka mesti menyiapkan dirinya untuk terserap pada sifat-sifat Ilahi itu, sebab kasih ibu adalah penggambaran sempurna kasih Tuhan yang kudus di atas dunia dan semesta.”
Ibu Mulia, andainya kau tahu bahwa pemikiran semacam itu nantinya akan mengguncang dunia lewat karya-karya Hegel dan Ibn Arabi. Sayang bukan dalam wilayah dan kuasaku untuk memberi informasi tentang tabir misteri zaman
”Apa yang mereka anggap benar belum tentu benar, manusia masa depan mesti belajar melihat dari sudut pandang yang lebih luas… Uhuk… Uhuk…”
Sedang para pewarta di masa depan nanti akan mempelajari itu sebagai hal yang wajib mereka lakukan, mereka menyebutnya dengan istilah cover both side, tapi ibu mulia ternyata telah lama menyadari pentingnya melihat dengan sudut pandang yang lebih universal.
”Kesalahan terbesarku adalah mengharap timbal balik dari kasih sayang yang telah kuberikan selama ini. Kesalahanku jua adalah mengharapkan anakku Malin tumbuh seperti yang kuinginkan, aku terlalu menginginkan dia tumbuh persis seperti harapanku,” sembari terbatuk ia melanjutkan kalimatnya, ”sedangkan seorang pujangga pernah berkata, anak-anakmu bukanlah anak-anakmu. Mereka adalah putera-puteri kehidupan”
Pada suatu masa yang pernah kukunjungi syair ini begitu populer……..
“Mereka datang melalui kalian tapi bukan berasal dari dirimu dan walaupun mereka bersamamu tapi mereka bukan milikmu”
Ya ya….tidak salah lagi aku pernah dengar syair ini di suatu tempat…..hmmmm……
Sedang Bunda Malin masih melanjutkan berpujangga ria, Izroil masih sibuk mengingat-ingat dimana mendengar syair ini dahuluuu….di masa depan.
“Kau boleh memberi mereka cintamu, tapi bukan pikiranmu karena mereka memiliki pikiran mereka sendiri, kau boleh merumahkan tubuh mereka tapi bukan jiwa mereka uhhuukkk……”
Batuk Bunda Malin semakin keras dan berdarah-darah…….
Astaga! Ini kan karya Kahlil Gibran! Pujangga yang dijuluki Sang Nabi dari Lebanon…. syair ini disuarakan melalui tokoh rekaannya Al Musthafa. Ibu Mulia, mungkin tabir fisikmu sudah terbuka sedemikian lebar sehingga memorimu sudah rancu bercampur dengan memori semesta, kau bahkan membaca syair yang penulisnya saja belum lahir.
Konon bila seluruh air laut ditumpahkan ke wajah Izroil, maka seluruh air itu bahkan tidak akan sampai menetes dari wajahnya saking besarnya dia, namun saat ini rasa Iba tumpah juga dari mimik wajahnya.
“Uhukk….karena jiwa mereka berkelana dalam rumah esok hari, yang tidak dapat kau kunjungi sekalipun dalam mimpi”
Sayang sekali Ibu Mulia, pada masa datang, syair-syair Gibran dicetak hanya untuk kepentingan pasar untuk mereka yang mereguk keuntungan dari penjualan buku-buku nya, dan mereka sengaja membuat kesan bahwa orang yang membaca Gibran itu romantis atau spiritualis, oh! Manusia masa depan yang kering cahaya…Ibu Mulia, sudah sejauh manakah tabir itu terbuka untukmu?
Namun demi melihat tubuh Bunda Malin yang semakin melemah akhirnya berkata jugalah Izroil memotong pembicaraannya.
”Ibu Mulia, hamba rasa tenggang waktu telahpun tiba. Kalau mengulur waktu lagi kasihan tubuh rentamu itu sudah tidak sanggup menampung keliaran sukmamu yang semakin kangen pada asalnya. Maka izinkanlah hamba melaksanakan tugas ini.”
Izroil pun mulai menyiapkan prosesinya dan menunjukkan surat tugas dari Sang Maha Raja di atas Raja pada Bunda Malin. Bunda Malin toh sudah tidak peduli, dia sudah rindu betul pada kampung halamannya. Kampung halaman Malin juga, kampung halaman semua makhluk, kampung halaman semua semesta tempat segala berpulang.
Sembari sedikit demi sedikit nyawanya dicerabut dari fisik rentanya samar-samar terdengar suara Bunda Malin lirih melanjutkan syair…..
“Kau boleh berusaha seperti mereka tapi jangan membuat mereka menjadi sepertimu, karena hidup tidak berjalan mundur atau berkaitan dengan hari kemarin”
“Semoga Freud tak perlu mendengar bait yang terakhir kau bacakan itu Ibu Mulia, sebab dia sangat menghargai peran masa lalu dalam hidup manusia.”
Bunda Malin hanya tersenyum, dia toh tidak tahu siapa itu Sigmun Freud sebab mungkin dan sedang membicarakan seseorang yang belum lahir pada zaman itu, tapi tak apalah sebentar lagi dia juga akan melewati batas ruang waktu yang njelimet ini.
”Dan katakanlah padaku malaikat, seperti apakah tempat yang kutuju setelah aku tanggalkan semua bentuk wadag padat ini?”
”Ibu Mulia, yang kuhormati dan kusegani….terus terang hamba sendiri tidak bisa menjelaskannya, sebab ketika hamba berinteraksi denganmu hamba masih mesti terikat dengan bahasa sedangkan engkau memintaku menjelaskan suatu tempat yang tidak ber ruang, ketika hukum waktu runtuh, dan segala kata bahasa tak mampu menjelaskannya”
”Ya…..baiklah-baiklah, sebentar lagi juga aku akan mengerti”
Sedangkan Izroil sambil melaksanakan tugas rutinnya itu masih tersenyum geli membayangkan jalannya legenda Malin Kundang ini, sembari membatin, “Gusti, Dikau kekasih yang bersaksi melalui diri hamba, bahkan aku yang tercipta dari cahaya pun tiada sanggup mengetahui misteri-misteri penciptaanMu, seberapa besarkah sebenarnya pengetahuanmu itu? Adakah kau tertawa mengetahui ketidak tahuan kami, makhlukMu?”
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar