Asep Dudinov Ar
http://sosbud.kompasiana.com/
Tujuh hari tak posting tulisan membuat saya tak enak hati dan teu ngareunah awak dengan Kompasiana. Mubadzir rasanya jika saya menyia nyiakan “lapak” yang telah disediakan dengan gratis. Daripada kosong tak posting tulisan selama seminggu, saya cuplik kembali esai yang kebetulan termuat di salah satu surat kabar. Termuat mungkin hanya keberuntungan semata atau mungkin kasihan dengan saya yang sudah berkali kali kirim namun tak jua dimuat, daripada pundung, dimuatlah sekali ini saja. Sudah agak lama sebetulnya, tapi tak apalah. Nu saguru saelmu tong ngaganggu, mudah mudahan menjadi kebaikan kita bersama.
Death is not the biggest fear we have, our biggest fear is taking the risk to be alive, the risk to be alive and express what we really are (Don Miguel Ruiz)
Meraih Nobel Sastra memang bukan segalanya. Jean Paul Sartre-filsuf sastrawan asal Perancis-pernah menolak hadiah nobel karena dinilai ikon kapitalisme.Tersedia banyak jenis penghargaan bergengsi bagi kategori sastra di dunia ini. Tapi bagi sebagian pihak, meraih nobel sastra adalah puncak pencapaian karir kepenulisan, sebuah penghargaan berwibawa dan teramat penting untuk dilewatkan. Bisa dikatakan buah karya nobelis sastra adalah jaminan mutu. Penulis prolifik (alm) Pramoedya Ananta Toer pernah beberapa kali menjadi kandidat penerima nobel sastra-atas kegigihan Teeuw-tapi tersungkur di babak babak akhir, dan sampai meninggalnya, Pram tak pernah menerima hadiah itu.
Tradisi literasi di negeri kita memang masih amat muda, masih merangkak. Era bertutur yang mengakar kuat, masuk era literasi yang tergagap terus meloncat ke era visual yang juga masih tanggung. Serba setengah dengan kualitas yang masih terus dipertanyakan. Setelah Pram, tak ada lagi sastrawan Indonesia yang namanya disejajarkan dengannya. Lihatlah di Mesir ada Nagouib Mahfoudz; di India ada Tagore, Arundhati, Jumpha Lahiri, Rusdhie; di Cina ada Gao Xingjian; di Jepang ada Yasunari Kawabata. Sastrawan sastrawan tangguh Asia yang melegenda hingga kini.
Di kontinen Eropa tak terhitung berapa orang sastrawan yang namanya telah dipatri di Akademi Swedia, markas hadiah nobel ini diberikan. Sully Prudhomme adalah sastrawan pertama yang dianugerahi nobel sastra ini. Dan lagi lagi pada tahun 2009 ini penulis Eropa kembali menjadi kampiun nobel sastra-setelah nobel tahun 2008 juga jatuh pada novelis Perancis bernama Jean-Marie Gustave Le Clezio-yang disematkan pada Herta Muller. Muller menjadi perempuan ke-12 yang menerima Nobel Prize for Literature. Mengenai penganugerahan dirinya-dalam sebuah wawancara-ia merasa sangat gembira dan sekaligus tak percaya jika ia benar benar menerima Nobel Sastra.
Muller memang pantas menjadi penerima hadiah nobel tahun ini. Ia memenuhi syarat apa yang pernah dikemukakan oleh Alfred Nobel bahwa penerima Nobel Sastra adalah “seseorang yang melakukan aktivitas di bidang sastra dengan kerja kerja yang luar biasa”. Karir kepenulisan yang cukup panjang ditambah dengan perlawanan literasi yang sangat bernyali terhadap rezim yang menindasnya menambah bobot kualitas sebagai seorang penulis. Peter Englund, sekretaris tetap Akademi Swedia menyebut Muller sebagai seorang yang melakukan “extreme precision with words”. Bahkan panel juri Nobel Sastra mengatakan bahwa Herta Muller dinilai telah berperan pada “landscape of the dispossessed with the concentration of poetry and the frankness of prose and constant return to the oppression, dictatorship, and her own exile in her novel, poem and essays”.
Muller adalah tipe seorang penulis yang tidak menyerah hanya karena rasa takut yang menderanya. Ia gigih memperjuangkan kata hatinya bahwa apa yang ditulisnya adalah benar. Muller tahu betul bahwa tulisannya adalah sebentuk perjuangan melawan kekuasaan, yang berarti perjuangan melawan lupa. Albert Camus pernah menyatakan bahwa tujuan seorang penulis adalah menjaga peradaban dari segala sesuatu yang merusaknya. Dan Muller paham benar akan hal itu bahwa tegaknya peradaban manusia salah satunya dengan cara menulis. Rasa takut untuk tidak menulis hanya akan membuat gelap peradaban, dan aktivitas menulis adalah membuat pencerahan bagi peradaban suatu negeri bagaimana pun tiranik dan despotiknya rezim tersebut. Dan Muller melakukannya dengan rasa sadar.
Herta Muller dalam salah satu wawancaranya pernah menyatakan bahwa menulis adalah sesuatu yang teramat penting dan eksistensial bagi dirinya. Menulis adalah mengklarifikasi sesuatu dengan dirinya yang mulanya amat personal, mengklarifikasi sesuatu dengan sesuatu dan pada akhirnya adalah memahami apa yang sesungguhnya sedang terjadi. Menulis adalah salah satu cara yang bisa dia lakukan di tengah kepungan rezim komunis yang menindas kebebasan ekspresinya.
Siapakah Herta Muller?
Herta Muller adalah novelis, essais, dan penyair Jerman kelahiran Rumania. Ia lahir pada 17 Agustus 1953 tepatnya di kawasan Nitzkydorf, Banat, Rumania. Seperti lazimnya di sebagian besar negara negara Eropa Timur yang dikuasai oleh Komunis Soviet, ia hidup di bawah kekuasaan tiranik Komunis yang represif. Di bawah rezim Nicolas Ceasescu inilah ia mulai menjalani aktivitas kepenulisannya. Muller mulai dikenal secara internasional pada awal awal 1990-an di mana ketika itu karya karyanya telah diterjemahkan ke dalam kurang lebih 20 bahasa. Penghargaan yang diterimanya lebih dari 20 termasuk diantaranya adalah pernah menerima International IMPAC Dublin Literary Award pada 1998, The Kleist Prize, The Franz Kafka, dan lain lain.
Walaupun secara teritorial tinggal di Rumania, ia tetaplah berbahasa Jerman. Hal inilah mungkin yang menyebabkan keluarganya menjadi kelompok minoritas. Ibunya pernah menjalani kehidupan di kamp pekerja Gulag Ukraina (sekarang). Ayahnya pernah menjadi salah seorang anggota pasukan Waffen SS (Schutzstaffel), kesatuan militer yang menjadi kesayangan Hitler. Untunglah kakeknya seorang petani kaya hingga ia bisa menyelesaikan pendidikan tingginya pada Timisoara University dengan mengambil kajian Jerman dan Sastra Rumania.
Mungkin Muller tak mengira jika di kemudian hari ia akan menjadi penulis besar, karena pada awal karirnya ia hanyalah seorang penerjemah di sebuah pabrik mesin. Ia hanya bertahan tiga tahun sampai 1979 karena ia menolak bekerja sama menjadi informan bagi polisi rahasia rezim komunis, tentu saja ia dipecat karena perbuatannya itu. Dan ia tak menyesal akan keputusannya. Selepas itu ia menjadi guru di sebuah taman kanak kanak sambil memberikan privat Bahasa Jerman.
Pada 1982 adalah titik awal karir menulisnya. Pada tahun ini ia menulis buku yang merupakan kumpulan cerita pendek berjudul Niederungen yang diterbitkan di Bukares oleh Kriterion-Verlag dan pada 1984, buku ini juga diterbitkan di Berlin oleh Rotbuch-Verlag. Di tahun tahun awal kepenulisannya ia juga bergabung di sebuah komunitas penulis muda yang beroposisi pada pemerintahan diktator Ceasescu. Karena tulisan tulisannya yang kritis terhadap rezim, ia pada akhirnya dilarang untuk menerbitkan buku sendiri. Karena tak diakomodasi kebebasan berekspresinya, Jerman menjadi pilihan baginya dan suaminya, novelis Richard Wagner, untuk menjadi tempat tinggald sejak 1987 hingga sekarang. Rezim yang despotik telah memaksanya untuk pindah negara. Hal yang sama juga pernah dialami oleh Kundera, Kafka, dan lain lain.
Muller telah memberi pelajaran pada kita bahwa bahwa ide dan kebebasan tidak bisa dikekang oleh desingan peluru dan popor senjata. Bahwa kekuasaan yang tak ramah dengan kebebasan hanya akan menuai kelelahan dan kekalahan di kemudian hari. Muller telah menabalkan dirinya sebagai personifikasi penulis yang tak hanya sibuk dengan dunianya akan tetapi juga sanggup melawan tiran lewat literasi bernyali.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar