Minggu, 28 November 2010

Hak yang Batal

Radhar Panca Dahana
http://www.suarakarya-online.com/

Sebagian pengamat dan peneliti mancanegara menyatakan bahwa korupsi di beberapa negara berkembang tidak selalu bermakna negatif. Seperti penelitian di beberapa negara Eropa Timur pascapemisahan Uni Soviet, juga di negara-negara berkembang Afrika maupun di Indonesia, menyatakan bahwa korupsi telah meningkatkan penerimaan sistem pemerintahan yang, bahkan, otoriter di hati masyarakat. Uang pelicin sebagai salah satu manifestasi korupsi, misalnya, terbukti telah memperlancar sistem birokrasi yang sesungguhnya macet dan mampet.

Dengan birokrasi yang dirasa “lancar” itu, masyarakat pun memiliki penerimaan yang cukup tinggi pada sistem pemerintahan yang eksis saat ini. Lain hal, korupsi pun menjadi salah satu jalur yang mampu mendistribusikan uang negara yang dikuasai atau dikangkangi oleh segolongan elite penguasa kepada pihak swasta. Dengan demikian, uang negara pun menjadi lebih hidup dan produktif.

Masih banyak penelitian lain yang menunjukkan BAHWA korupsi bukan saja memberi dampak positif, tetapi juga memiliki keterikatan kuat dengan tradisi atau sistem pemerintahan lokal dari berbagai negara. Karena itu, sesungguhnya menurut banyak pengamat itu, tidak ada pendekatan yang universal terhadap korupsi – termasuk usaha-usaha untuk mengurangi bahkan melenyapkannya. Tiap kepala, tiap isi kepalanya. Tiap bangsa, tiap karakteristik korupsi.

Lanjutan dari cara berfikir itu, sampai pada satu logika yang menyatakan, korupsi dengan model pemahaman, pendekatan, dan metode negasi yang kita fahami sekarang ini adalah sebuah kenaifan cara berpikir. Bahkan di banyak kasus menjadi semacam kemustahilan dalam praksis penangkalannya. Di Indonesia, umpama, beberapa praktik korupsi bukan saja telah diterima sebagai bagian adab bermasyarakat kita, menjadi kelumrahan keseharian, bahkan selalu dirujuk pada tradisi lokal yang sudah ada selama ratusan tahun.

Logika lain menyatakan dengan tegas, korupsi tak akan mungkin dihapuskan di banyak bagian di bumi ini karena dia sudah menjadi bagian yang integral sistem ekonomi global. Lanjutannya juga menyatakan, “Bagaimana korupsi dapat dihapuskan jika sistem ekonomi yang berlaku sudah mencerminkan ketidakadilan.” Pendek kata, semua pendapat itu seperti mengulang pemahaman paling purba, korupsi sebagaimana perjudian, pelacuran, percanduan, dan dunia-dunia negatif atau hitam lain adalah juga buah peradaban yang eternal. Sebagian memaksa kita berambisi menghapuskannya, sebagian berniat menguranginya, sebagian mencoba merelatifisasi atau merasionalisasinya, dan sebagian lagi menerimanya dengan berbagai argumentasi.

Jika dunia dari negeri-negeri berkembang (bahkan maju sekali pun) dilihat dengan cara seperti ini, satu logika akan mencuat mengenai hak ekonomi, sosial, budaya (ekosob) – yang telah diratifikasi oleh pemerintah kita tahun lalu – menjadi terasa terlalu sumir dan kabur. Kenapa? Karena korupsi secara rasional merupakan penghalang permanen bagi pelaksanaan hak-hak tersebut. Karena itu, berlangsungnya korupsi secara permanen meniscayakan tidak berlangsungnya secara sempurna hak-hak tersebut juga secara permanen. Dengan lain istilah: hak itu batal secara formal.

* * *

Di Indonesia, sebagai misal dari logika ini, sungguh merupakan contoh yang menarik bahkan mungkin sempurna. Kita lihat saja, kebijakan-kebijakan mutakhir pemerintahan atau kabinet yang dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sejak awal pemerintahannya, rakyat negeri yang cukup porak-poranda dalam kerusuhan reformasi, kejatuhan pemerintahan berulang kali, kericuhan demonstrasi, kekejaman aksi-aksi separatis, ancaman dan rasa ngeri terorisme, perilaku elite yang tak tahu hati, dan sebagainya, masih harus pula digempur dengan kebijakan-kebijakan harga, pajak – misalnya – yang sungguh menghancurkan batas kemampuan atau survival mereka.

Rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL), yang bahkan bisa mencapai seratus persen bagi industri, sungguh memperlihatkan ketakpedulian tak terperi pemerintahan sekarang ini terhadap rakyat yang menjadi majikannya sendiri. Protes, keluhan, permintaan, dan penolakan seakan hanya menjadi sekepulan asap di ujung cerutu di bibir-bibir tebal para penguasa. Bahkan secara sinistik, salah satu menteri yang tergolong “madam defisit”, menyatakan bahwa soal efisiensi itu urusan pengusaha – bukan pemerintah. Sebuah pernyataan yang kembali membuktikan ketidakpedulian dan betapa alieanatifnya pemerintah di hadapan rakyat.

Sebagaimana logika di atas, korupsi tentu saja menghalangi pemenuhan hak ekonomi rakyat. Hal yang sama bisa dilihat pada kasus-kasus lain, seperti kenaikan harga BBM, kenaikan pajak, kenaikan harga barang konsumsi, kenaikan tarif tol, sampai pada rencana kenaikan tarif pulsa Telkom. Semua hal itu, saya kira, telah menaikkan beban hidup semesta rakyat, hampir di luar jangkauan toleransi atau kemampuan rakyat mengatasinya. Korupsi sebagai salah satu penyebab adalah juga sumber yang membuat hak ekosob rakyat Indonesia terbatalkan.

Dalam arti lain, pemerintah secara logis-formal pun telah gagal, bahkan sejak awal kovenan itu diratifikasi.

* * *

Batalnya hak dan gagalnya pemerintah memenuhi hak ekonomi di atas tentu saja menjadi musabab logis bagi tidak mungkinnya hak sosial-budaya diselenggarakan. Bagaimana seseorang yang tak berdaya bahkan untuk memenuhi kebutuhan primer sehari-hari dapat mengakses, menjalankan, atau mengapresiasi kebutuhannya akan hidup sosial dan hidup budayanya? Jika untuk makan hari ini, untuk pergi sekolah hari ini, bahkan untuk berlindung dari hujan atau banjir saja seseorang tak mampu, apa dapat dia menikmati puisi, berkunjung ke bioskop, atau sekadar bersilaturahmi?

Tentu sebuah kemewahan luar biasa bagi siapa saja saat ini yang masih mendatangi panggung teater, nonton konser musik internasional, atau duduk tertib mencermati diskusi rumit tentang HAM, misalnya. Bisa dipastikan, mereka yang datang ke tempat-tempat itu sudah tak memiliki masalah primer atau sekunder. Mereka survive, mapan, established. Mereka elite. Jika bukan, bisa dipastikan mereka agak “tidak normal”, bisa luarrr biasa (orang “gila” atau eksentrik macam seniman, mungkin masuk di golongan ini).

Tak bisa lain, saya kira, kita harus merumuskan kembali terma “hak” dalam pemahaman kita. Apakah dia sebagaimana yang didefinisikan PBB, atau dalam berbagai referensi global lain? Atau sebagaimana korupsi, dia pun harus mendapatkan konteks, pembumitanahan, atau pelokalan, yang membuat definisi itu hidup dan berakar dalam kehidupan kita sehari-hari.

Hak ekosob kita, bisa jadi, bukan sekadar pemenuhan hasrat manusia akan ekspresi estetik, gairah bermasyarakat, atau pemenuhan standar konsumsi mal, plaza, dan hypermarket. Mungkin sekedar ruang yang memungkinkan sebuah keluarga, misalnya, terbebas dari tekanan atau himpitan kuat yang datang dari dunia eksternal mereka. Dari pemerintah, misalnya. Dari militer, serbuan Hollywood, iklan televisi, dan sebagainya.

Bagaimana persisnya? Di tangan kita semua dia berada. Untuk itu, tidak cukup dengan seminar atau aksi menggoyang pagar halaman. Tapi juga melawan hegemoni pengertian, hegemoni paradigma berpikir (termasuk yang dilansir PBB). Satu perlawanan yang membutuhkan keberanian tersendiri. Bukan begitu?***

*) Pekerja sastra dan teater, dosen pascasarjana Universitas Indonesia

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi