Kamis, 24 Februari 2011

Wanita Jawa dan Bali, Konon dan Kini

Sal Murgiyanto
http://majalah.tempointeraktif.com/

Tirai tipis membelah ke samping panggung Gedung Kesenian Jakarta. Di belakangnya para pemusik gamelan Jawa dan Bali duduk berjajar, sementara di belahan depan 18 wanita penari beraksi mengisahkan kembali legenda-tragis Calonarang penuh percaya diri. Dua penari-penata tari wanita Indonesia, Retno Maruti dan Ayu Bulantrisna, berkolaborasi mengusung dua genre tari klasik: bedaya Jawa dan legong Bali, yang masing-masing merupakan representasi kecantikan wanita tradisi di kedua wilayah budaya.

Dalam pentas di Gedung Kesenian Jakarta, 18-19 November 2009, untuk Festival Schouwburg VIII, Maruti berperan sebagai Bahula, murid setia Empu Barada, dan Bulantrisna sebagai Mangali, putri cantik janda Dirah yang dalam dogeng dikenal sebagai Calonarang, sang juru tenung. Setia pada tradisi bedaya dan legong, tak seorang pria pun tampak di panggung depan. Semua peran-baik pria maupun wanita, baik saleh maupun bengis-dimainkan oleh wanita.

Tontonan tari sepanjang 75 menit tanpa jeda itu tersaji dalam 10 babak yang mengalir, silih-berganti menampilkan garap-kreatif gerak tari dan iringan musik Jawa dan Bali. Bedaya Jawa yang anggun-elegan merepresentasikan Barada dan Bahula dari Padepokan Lemah Tulis Jawa. Sedangkan legong Bali yang lincah dan cerah dipakai memperagakan janda Calonarang beserta para sisya-nya dari Padepokan Walunateng Dirah.

Cerita yang mengambil latar Kerajaan Kahuripan (Jawa Timur abad ke-11) ini diawali adegan janda Dirah yang marah karena menjadi korban fitnah kekuasaan Erlangga, putra Raja Udayana di Bali, sehingga orang takut mengawini putri tunggalnya nan molek, Ratna Mangali. Janda Dirah pun menyebarkan tenung yang membuat rakyat bergidik. Tak kuasa melawan magi-hitam Calonarang, Erlangga meminta bantuan Pendeta Barada untuk membinasakan Calonarang. Tipu daya pun diupayakan: Barada mengirimkan Bahula-murid setianya yang tampan-untuk bersandiwara melamar Mangali. Tujuan sesungguhnya: mencuri Kitab Magi Hitam Calonarang.

Pinangan Bahula diterima dengan gembira. Pelaminan ditegakkan bukan tanpa korban. Taat kepada suami memaksa Mangali mengkhianati cinta, bakti, dan hormatnya kepada sang ibu: mencuri "kitab rahasia magi" Calonarang. Mission accomplished, dan Mangali pun dicampakkan. Dengan bangga Bahula menyerahkan kitab rahasia Calonarang kepada gurunya; dengan kitab itulah ia membinasakan mertuanya.

Dengan piawai, Bulantrisna menata kembali legong sesuai dengan tuntutan cerita. Tarian yang dalam tradisi ditarikan oleh dua atau tiga penari itu ia susun kembali rapi bagi sembilan penari. Kostum tari, musik, dan iringan lagu sudah tentu bergaya Bali, tapi ditampilkan dengan interpretasi baru. Busana khas legong yang berwarna cerah (merah, hijau, ungu) dengan lukisan daun-daun dan hiasan bunga-bunga emas di kepala yang bergoyang mengikuti setiap gerakan dan getaran bahu penari disederhanakan dengan dominasi warna hitam-putih. Kecuali tata lantai yang digarap bagi tiga perangkat legong, struktur legong yang terdiri atas 4-5 bagian itu ia sebar berselang-seling dengan garap bedaya Maruti yang anggun dan elegan.

Mengikuti konvensi bedaya Jawa, Maruti menggunakan sembilan penari wanita dalam balutan kain batik dan kemben sebagai penutup bagian atas tubuh gaya baru serta sampur yang diikatkan di pinggang mereka dalam dominasi hitam-putih. Rambut ditata secara tradisi Jawa yang disebut gelung-tekuk, dihias wangi bunga melati. Namun, mengingat keperluan cerita, struktur bedaya tak dipertahankan ketat. Para penari Maruti bahkan berdialog dalam tembang Jawa yang tampaknya tabu bagi penari-penari Bali Bulantrisna.

Di bagian awal para penari Bulantrisna dan Maruti bergerak dalam tatanan gerak yang simetris lambat. Dalam adegan berikutnya mereka menari dengan suasana yang lebih ceria untuk menggambarkan adegan Mangali dan Bahula dimabuk cinta. Di bagian akhir yang disebut pesiat-legong para penari bergerak sigap dalam pertempuran sisya-sisya Calonarang yang berubah wujud menjadi burung gaok-simbol magi hitam-melawan cantrik-cantrik Barada yang bergerak tenang dalam bingkai bedaya Jawa yang menyimpan tenaga dalam.

Dari sudut artistik atau garap-wujud, secara cantik Retno Maruti dan Ayu Bulantrisna berhasil memadukan gamelan dan tarian tradisi Jawa dan Bali: bedaya yang elegan dan legong yang dinamis. Hemat saya, Bedaya-Legong Calonarang memenuhi batasan kebudayaan menurut Edward Said. Pertama, karya ini merupakan ungkapan seni yang salah satu tujuannya adalah sebagai hiburan estetik. Kedua, karya ini merupakan perwujudan dari suatu konsep yang mencakup pemurnian dan pengayaan elemen-elemen, sebuah kumpulan dari yang terbaik dalam masyarakat Jawa dan Bali yang telah diketahui dan dipikirkan.

Yang perlu dikaji kembali, bagi saya, adalah garap-isi yang tergambar dari paparan akhir cerita yang setia pada legenda: Calonarang yang gigih memperjuangkan haknya sebagai warga negara dan wanita akhirnya binasa di tangan pria Barada yang menjadi alat kekuasaan negara. Dan cinta Mangali-Bahula pun luruh sebelum berkembang penuh. Fiksi atau faktakah ini? Boleh jadi cerita ini mengangkat fakta masa lalu tapi yang pada masa sekarang sudah menjadi fiksi kalau bukan fantasi. Lirikan sekejap kepada konteks historis bisa memberikan interpretasi cerita yang lebih sesuai dengan masa kini.

Janda penyihir Calonarang yang secara tradisi digambarkan (oleh kekuasaan yang pada masa lalu selalu identik dengan pria) sebagai Rangda yang kejam berpenampilan menakutkan sebenarnya adalah Ratu Mahendradatta, putri Raja Jawa yang cantik dan mempesona. Ia bersedia dinikahi Erlangga, putra Raja Udayana dari Bali, dengan satu kondisi: Raja takkan mengambil istri kedua setelah menikahinya. Erlangga gagal memegang janji. Ia mengambil istri kedua ketika Mahendradatta hamil tua. Marah karena dikhianati, Mahendradatta membunuh Erlangga dengan ilmu hitam. Murka, Udayana membuang Mahendradatta ke hutan bersama Mangali, putrinya yang masih bayi. Pengkhianatan, perlakuan tak adil dari suami, dan hukuman dari ayah mertua mengubah Mahendradatta dari istri dan menantu yang baik menjadi pendendam dan mempraktekkan ilmu hitam.

Di Jawa dan Bali, legenda Calonarang telah diceritakan turun-temurun dalam ketidaksetaraan gender dan perspektif yang didominasi oleh pria. Dalam masyarakat feodal Jawa dan Bali, wanita menempati posisi lebih rendah daripada pria dalam hidupnya. Karena itu, boleh kita pertanyakan apakah ada keadilan dalam pencitraan, penyingkiran, dan pembunuhan Calonarang. Untuk menghubungkan legenda masa lalu dengan era pascafeodal dan pascakolonial kita, sebuah interpretasi atau cara melihat baru pantas diupayakan. Maruti dan Bulantrisna sepantasnya memberikan suara baru bagi Mahenradatta-mahendradatta masa kini, yang tetap banyak dilecehkan dan direndahkan. Meminjam cara pandang Pornrat Damrhung dari Thailand, Calonarang bisa saja digambarkan secara lebih kaya dan lebih jauh dari kanon tradisi dan konvensi, untuk dibawa lebih dekat dengan permasalahan dan cita-cita wanita Jawa dan Bali yang hidup saat ini.

Saya sadar sepenuhnya bahwa di dalam kesenian penguasaan artistik merupakan syarat penting, sangat perlu, dan aku setuju. Sebab, format dan bahasa artistik itulah yang membedakan ungkapan pribadi seorang seniman dengan yang bukan seniman. Tapi, sebagaimana disarankan Said, keterampilan dan kepekaan artistik harus diimbangi dengan kepekaan membaca konteks sejarah, budaya, dan masyarakat tempat karya seni itu diciptakan. Seorang seniman tak cukup hanya bermewah-mewah dengan rasa indah. Ia dituntut sensitif menangkap masalah mendesak masa kini. Tugas seorang senimanlah untuk memberikan kesaksian pribadi tentang masalah-masalah itu.

Tari sebagai ungkapan seni memang alat yang jitu untuk mengajak pemirsa bertamasya ke dunia fantasi yang sering membuat mereka terpana, melupakan fakta dan realitas kehidupan yang keras serta tak nyaman. Namun, untuk menjadi relevan, citra dan posisi wanita Jawa dan Bali masa lalu itu pantas diinterpretasikan kembali sesuai dengan citra, posisi, dan cita-cita wanita Indonesia masa kini.

30 November 2009

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi