Rabu, 25 Mei 2011

NU Miring, Sastra Gonjang Ganjing

Sabrank Suparno
http://media-jawatimur.blogspot.com/

Menelusuri kiprah para muda NU sepeninggal tokoh muktabar Abdurrahman Wahid, diam-diam generasi penerusnya aktif melakukan upaya terobosan yang mengarah ke pembangkitan kesadaran kembali, terutama pada wilayah tradisi keNUan atau yang dikenal dengan ‘tradisi santri’. Geliat ini dapat kita amati dari berbagai acara yang berkenaan dengan keNUan dari berbagai sektor kehidupan sosial, politik, kebudayaan, kesenian dan sastra, bahkan soal yang remeh sekali pun perihal ‘guyonan nyentrik ala NUis.

Menyimak beberapa catatan misalnya pertemuan dalam rangka memperingati 40 hari wafatnya mendiang Gus Dur yang diadakan oleh Pengurus Ranting Cabang NU Diwek di masjid Ulul Albab Tebuireng, dengan menghadirkan Djohan Efendi dan budayawan Kacung Marijan. Atau gagasan acara Buka Puasa bersama di Gereja Diaspora Jombang yang dihadiri Alisa Wahid pada 26 Agustus 2010. Juga kunjungan PBNU KH. Agil Shiroj di Tambakberas tanggal 26 Juni 2010.

Menyambung penelusuran catatan serentetan acara di atas, yang paling hangat pada tanggal 12 Pebruari 2011 lalu, dimana universitas Undar Jombang mengadakan bedah buku: Dari Kiai Kampung ke NU Miring, Aneka Suara Nahdliyin dari Beragam Penjuru. Sengaja fihak rektorat Undar (dalam hal ini dr. Ma’murotus Sa’diyah M Kes: salah satu penulis buku tersebut) menghadirkan tiga sastrawan kondang D. Zawawi Imron, novelis Lan Fang, dan penyair Binhad Nurohmad.

Maksut NU Miring dalam buku setebal 284 halaman ini bukanlah suatu gambaran ketegangan pada titik nadzir kondisi kritis, melainkan ekspresi kepekaan para panulis muda NU dalam menyikapi kondisi mutakhir NU ketika dihadapkan pada realitas jaman. Maka ditemukan berbagai cara pandang dari beberapa penulisnya yang merujuk pada tiga kategori menonjol, yakni Mengulas NU, Mencandai NU, serta Menonton NU. Namun secara global wacana ‘NU Miring’ dalam buku ini sebagai adagium atas beberapa ‘tradisi NU yang sering ‘nyleneh’.

Tentu ada alasan mendasar kenapa Binhad Nurohmad selaku sastrawan muda Indonesia punya niatan menyunting buku tersebut. Menjawab pertanyaan perihal tema yang diangkat buku NU Miring, Binhad mengurai bahwa agar ditemukan teks pembacaan keNUan dari berbagai kalangan dan dari berbagai propinsi di Indonesia. Teks yang dimaksut adalah NU yang berani nyleneh, unik, termasuk sikap otokritik penulisnya terhadap kondisi kontemporer tubuh NU sendiri atau pun mengkritisi pemerintah.

Senada dengan Binhad, penyair sepuh asal ujung Madura yang berjuluk ‘si celurit emas’ D. Zawawi Imron menandaskan bahwa kehadiran buku ini merupakan potret semangat generasi muda NU yang ingin bangkit dengan mendengarkan suara hati rakyat secara realitas. Kebangkitan yang substansial. Sebab NU mulai kehilangan nilai tradisinya termasuk di bidang seni-sastra. Dalam pesan singkatnya D. Zawawi Imron menyarankan agar generasi NU mentradisikan filsafat Jawa, “iso o rumongso, ning ojo rumongso iso (pandailah berintrospeksi diri, namun jangan sok merasa pakar).”

Novelis Lan Fang lebih mengurik soal tradisi NU yang ia nilai unik, yakni tradisi tawadzuk, andap asor, bertatakrama terhadap yang lebih tua. Tatakrama dinilai penting dalam tradisi nahdliyin yang setara dengan tradisi masyarakat Cina, sebab dengan bertatakramalah menjadikan seseorang berwibawa: sesuatu makna pamor yang tidak dimiliki orang Barat meski pun berpredikat pakar besar. Selain membidik pandangannya mengenai tradisi NU yang nleneh, Lan Fang juga membaca penggalan novel terbarunya ‘Ciuman di Bawah Hujan’.

Kehadiran intelektual muda NU Yudi Latief dari Jakarta, kian mengesahkan perihal kemiringan tradisi NU yang bertumpu pada pengkajian kitab kuning sebagai jantung kekuatan NU, dengan cara menarik garis sumbu simetri keilmuan ke berbagai sektor kehidupan bermasyarakat.

NU, sebagaimana kita ketahui, adalah organisasi islam terbesar di tanah air yang dalam doktrinnya memadukan nilai-nilai keislaman dengan nilai tradisi di tanah air. Menyimak ulang apa yang dikatakan Sholahudin Wahid saat 40 harinya Gus Dur, bahwa selaku tokoh besar NU, sepulang dari Timur Tengah, paham yang dikembangkan Gus Dur ialah ‘meng-Islamkan Indonesia, dan bukan mengArabkan Indonesia’.

Pengacakan kepanjangan “Nahdlotul Ulama”, benar-benar dibongkar miring oleh penulis Ahmad S Alwy menjadi “Nahdlotul Umum”yang memungkinkan warganya datang sedari kalangan borjuis hingga proletarian. Sementara Riadi Ngasiran lebih santai menghadirkan NU dari sisi humor yang dipandang penting oleh para santri untuk melenturkan ketegangan atas ketimpangan hidup.

Kenylenehan NU dalam berbagai aspek kehidupan, kerap menumbuhkan guyonan nyentrik jika berhadapan dengan organisasi lain. Namun guyonan tersebut semata bertujuan sebagai sikap egalitarian berdampingan, bermesrahan dengan golongan lain. Ada banyak guyonan semisal: orang NU yang suka berwirid dengan suara keras, memperbanyak ibadah sunat, artinya orang NU menyukai bonus dalam beribadah, sementara orang Muhammadiyah menyukai diskon dengan bertarawih hanya 8 rekaat. NU sekarang bermadzhab Imam Syafi ie Maarif, sementara Muhammadiyah bermadzhab Imam Malik Fajar. Atau kelakar warga yang berbasis NU ketika menyarankan anaknya. ”Nak! Kalau kamu menikah harus mencari orang muslim, minimum Muhammadiyah.” Juga kekentalan tradisi membaca salam, assalamu’alaikum warohmatullhohi-ta’ala-wabarokatuh. Sedang warga selain NU, assalamu’alaikum warohmatullhohi-gak usah ta’ala ta’alaan-wabarokatuh.

Tradisi NU tak lepas dari tradisi santri, tradisi kitab kuning dan tradisi sastra. Awal mendalami bahasa dan sastra di podok pesantren, santri pasti dihadapkan pada rumus-rumus tatabahasa yang disuguhkan dalam bentuk bait pantun bersajak. Sejak kitab terkecil Nahwu, Shorof, Jurumiyah, Imriti, Alfiyah, bahkan Al Hikam kental dengan tuangan irama sajak. Hingga metode ini kerap digunakan santri sebagai ajang sindiran ketika mengutarakan simpatinya terhadap santriwati. Dengan alasan menghafal sebaris bait dari kitab Alfiya –wa yak tadzi, ridhon bi ghoiri sukhti-faiqot alfiyat abnu Mukti- yang dirubah isi bahasanya menjadi –pagi-pagi tak samperi diam saja-sore-sore tak sindiri, lirik mata-, yang sengaja diperdengarkan kepada santri putri yang ia taksir.

Tradisi membaca bait puisi sholawat (al Barzanji, Diba’iyah) bagi remaja NU juga memiliki keunikan tersendiri. Disamping mereka melampiaskan kerinduan atas ketakjubannya pada kekasih petunjuk jiwanya yakni Muhammad Rasululloh, pun kadang dinunuti niatan mengutarakan isi hati kepada kekasih (wanita) yang ditaksirnya. Lagu sholawat yang dilantunkan dengan lirik lagu pop, dangdut, qosidah, pelantun dapat menyampaikan keluhan, pujaan, kerinduan terhadap sang pacar yang mendengarkan. Semisal ketika berlangsung acara Diba’iyah putri, mereka melantunkan lagunya Imam S Arifin// jangan tinggalkan aku // kumohon kepadamu // tak sanggup diri ini // hidup tanpa dirimu //ditembangkan dengan bersholawat. Sehingga pada kesempatan lain, ketika hari Diba’iyah putra, mereka membalas dengan lagu sholawat yang ditembangkan / hani / hani / aku juga rindu / tetapi untuk sementara / biarlah terpisah / lagunya Roma Irama.

Menyibak fenomena tradisi NU di atas, betapa warga NU lekat dengan dunia sastra. Itulah mungkin yang bisa melebar dari kajian buku NU Miring ini, menyorot NU dari sudut pandang sastrawan, dengan harapan, para santri lebih gigih dalam menulis dan bersastra. Hampir tidak ditemukan genre ‘sastra santri’ pasca-lengserkeprabonnya barisan penulis santri: Taufik Ismail, Abdul Hadi WM, Ahmad Thohari, Emha Ainun Nadjib, Danarto, Al Adawiyah, al Bustami, al Hallaj, Rumi, dll yang tidak sekedar mengguratkan pena dalam berkarya, melainkan menyempurnakan karya sastranya dari sekedar ‘seni untuk seni’ atau seni untuk masyarakat tertentu, menjadi ‘seni untuk kehidupan manusia yang berbudaya tinggi.

Agaknya tidak lengkap jika kemiringan NU tidak disertai karya sastra santrinya yang menggelegak hingga menggonjang-ganjingkan kesusastraan Indonesia. Bagi santri, satu huruf saja yang mereka tulis tak lepas dari keterlibatan Tuhan (ibadah). Bisa saja tiba-tiba mengantuk atau hilang kesadaran ketika berkarya, maka tak akan jadi sebuah karya.

Karya santri ialah karya yang disandarkan pada fastabikul khoirot (berlomba memperbanyak kebaikan untuk umat manusia-rahmatan lil alamin). Ukurannya hanya sejauh mana Alloh turut campur dalam proses esoteris komitmen dimensi batin penulis yang mengintegral pada karyanya.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi