Rabu, 25 Mei 2011

REALISME DAN SASTRA MULTIKULTUR, MASA DEPAN SASTRA KITA

S Yoga
Jawa Pos 31 Okt2010

Dalam perkembangan sastra kita, dinamika sejarah sastra dunia, sangat berpengaruh. Tengok Pujangga Baru, yang merupakan gema dari angkatan 80 di negeri Belanda. Angkatan Gelanggang atau angkatan 45, yang digemai oleh sastra dunia yang memiliki konsepsi modernisme. Demikian juga dengan dekade 70an, lewat eksistensialisme dan absurditas. Termasuk juga polemik sastra, karya sastra yang bersifat postmodernisme, yang merupakan gema yang sudah berkecamuk pada tahun 70an di Eropa. Tak ketinggalan polemik sastra kontekstual, yang merupakan gema dari gerakan sastra multikultur yang mengejala di sastra dunia hingga kini.

Realita Sosial

Dalam perkembangan sastra kita selama satu abad ini, selalu dijiwai oleh sastra realisme, kita perhatikan semenjak Siti Nurbaya tahun 1920an hingga para pemenang Lomba novel DKJ, 1998-2008, banyak didominasi oleh sastra realita sosial. Yang berangkat dari pengalaman pribadi dan hasil penelitian. Fenomena ini bisa kita jelaskan, dari perkembangan sastra koran dan majalah, yang berkembang sejak lahirnya kesusastraan modern tahun 20 hingga sekarang ini.

Karenanya kehidupan sastra kita lebih banyak didominasi oleh sastra yang bersifat realis, relevan dengan berita atau isi koran dan majalah yang juga menyuarakan realita yang terkini. Sastra dimasa depan, kiranya juga masih akan didominasi oleh sastra realita sosial. Meski bisa jadi media akan berubah menjadi dan berada dalam dunia maya, tapi watak-watak jurnalismenya akan tetap sama, apalagi dalam dunia maya, kepedulian sosial akan semakin tinggi, dimana facebook dan sejenisnya akan memainkan peran penting dan cepat.

Belum lagi problem sosial-politik-ekonomi-hukum di Indonesia yang juga belum beres-beres, sehingga akan memunculkan realita-realita yang dengan mudah bisa menjadi bahan para sastrawan kita. Karena perkembangan sastra pada umumnya, bergandeng tangan dengan perkembangan kebangsaan, pemikiran, dan filsafat pada zamannya. Dalam dinamika realita sosial seringkali sastra realis ini jatuh sebagai dokumen sosial bila benar-benar tidak cermat, sehingga kritik sastra pun bicara tentang intertekstual secara sosial, berkecenderungan untuk bicara hal-hal yang berada diluar karya sastra. Dalam kondisi bangsa yang mengalami ketimpangan sosial, kemarginalan, ketidakberdayaan kaum bawah, kapitalisme menyeruak, politik gelang karet, mafia kasus hukum, demokrasi semu, kehidupan ekonomi yang tidak stabil, kerusakan lingkungan hidup dan goncangan-goncangan keterpecahan bangsa, masih bergetayangannya para teroris. Maka problem-problem sosial ini masih banyak akan mewarnai kehidupan sastra kita dimasa depan, meski bagaimanapun bentuk bahasa dan media sastra nantinya.

Sementara itu dalam kehidupan yang semakin pragmatis ini dan nantinya, maka kehidupan sastra pun akan mengalami pergeseran-pergeseran, dimana sastra yang bersifat serius akan terus digempur oleh kehidupan sastra pop, karena orang secara fisik sudah lelah dan capai oleh kesibukkan dan rutinitas. Ingin mencari sesuatu yang pragmatis dan mendapatkan kenimataan sesaat dan budaya poplah jawabannya, termasuk juga sastra pop yang akan memberikan jawaban.

Sastra Multikultur

Dan dimasa depan mungkinkah migrasi bahasa akan benar-benar terjadi, beralih mengunakan bahas Inggris. Jika hal itu terjadi resikonya, para pengarang akan dianggap, hanya meneruskan, hypogram dari karya-karya pengarang Inggris. Ketika bahasa Inggris yang digunakan tidak mampu melakukan resistensi terhadap bahasa Inggris yang sudah ada. Seperti yang dikatakan Ngugi Wa Thiongo, seorang novelis Kenya yang tinggal di New York, yang juga menulis dalam bahasa Inggris, bahwa para penulis Afrika yang menulis dalam bahasa Inggris tidak akan pernah memproduksi sastra Afrika tapi hanya memproduksi sastra Inggris. Baginya bahasa bukanlah sekedar alat, tapi merupakan pandangan dunia si pengarang. Dan pada akhirnya Ngugi Wa Thiongo, kini menulis dalam bahasa ibu-sukunya, Kikuyu, yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Ini artinya bahwa pengarang itu lebih nyaman, sreg, mengunakan bahasa ibu dalam menghasilkan karya sastranya, dalam mengungkapkan-cara pandang dunia-jagad batinnya. Yang bisa jadi akan kehilangan unity-nya, kesatuannya, bila diungkapkan dalam bahasa lain. Sehingga bila kita cermati para penulis sendiri selalu mengalami ketegangan dalam memilih bahasa.

Namun bila mampu melakukan pewarnaan dalam karya sastra yang berbahasa Inggris, dengan melakukan percampuran atau penyerapan-penyerapan. Hingga corak karya sastra yang dihasilkan memiliki citra rasa yang berbeda dengan karya sastra berbahasa Inggris yang sudah ada. Dan karya sastra yang demikian sebenarnya sudah terjadi, dan sudah banyak dilakukan oleh para pengarang keturunan India, Cina dan yang lainnya, misalnya, seperti apa yang dilakukan Bharati Mukherjee, Vikram Seth, John Updike, Joyce Carol Oates, Maxine Hong Kingston, Salman Rushdie, Kazuo Ishiguro, yang pengucapan karya sastranya, mencerminkan situasi kontemporer. Termasuk juga V.S. Naipaul-Trinidad-Tobago, Ben Okri-Nigeria, Michael Ondaatje-Kanada, Derek Walcott, Caryl Philips-Karibia, Keri Hulme-Selandia Baru, Timothy Mo, Rohinton Mistery, Chinua Achebe. Bukan hanya kualitas karyanya, namun adanya kontribusi terhadap perbendaharaan kosa kata dan tata bahasa Inggris. Dengan tema tarik ulur antar identitas, tradisi-modern, dan silang sengkarut kultur yang mereka jelajahi. Sehingga terjadi kerumitan identitas dalam merumuskan jati diri, polibudaya, muncul impresi India, Cina, Jepang dalam khazanah sastra Inggris. Lewat bahasa maupun tema-temanya, sehingga bentuk sastranya menjadi berbeda dari kanon sastra Inggris yang selama ini ada.

Dalam dunia global modial, sudah saatnya meleburkan, menceburkan diri kedalam wilayah diaspora kultural maupun bahasa, yang dapat diambil spirit, ilham maupun keunikan, dan menjadikanya sebuah karya yang bersifat hibrida baru. Dan hal ini sebenarnya sejalan dengan isi, Surat Kepercayaan Gelanggang, “Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri.” Sehingga seorang pengarang dapat menyerap, mencuri, khasanah sastra Amerika Latin, Inggris, Rusia, Amerika, Perancis, Afrika, India dan Jepang misalnya, kedalam karya sastra yang diciptakan. Karena pengaruh mempengaruhi begitu pesat terjadi ketika kita mengenal sastra modern. Sehingga kedepan pengarang haruslah bersiap-siap menjadi warga dunia baru. Yang identitas-kulturnya bisa selalu berubah, sehingga setiap saat harus selalu mengidentifikasi dirinya sendiri, karena identitas-kultur yang ada, selalu akan dicampuri oleh identitas-kultur yang baru, yang menyerbu dan mengubah kita meski tanpa kita sadari, budaya baru, ungkapan baru dan karya sastra baru. Yang merupakan pengejawantahan dari keterpecahan dan keterguncangan budaya. Dari identitas yang selalu terbelah ini, kita akan menemukkan jatidiri yang sesungguhnya. Yang merupakan resistensi dari kanon atau budaya yang dominan.

Dari perkembangan sastra kita dari zaman ke zaman menunjukkan gejala yang hampir sama. Diantaranya terjadi tarik menarik antara yang tradisi, modern, sinkretisme keduanya atau postmodernisme. Hal ini bisa kita lihat dari perdebatan-perdebatan yang ada dan karya sastra yang dihasilkan. Dimana watak karya yang mewarisi, mempertimbangkan tradisi selalu hadir semenjak para pengarang melayu lama, Amir Hamzah, Ajip Rosidi, WS Rendra, Sutardji Cazlom Bacri, Linus Suyadi, Korrie Layun Rampan dll, hingga kini. Yang pada hakikatnya mereka mencercap spirit lokal dan hendak disintesakan dengan sastra nasional, bahkan dunia. Karena itu sastrawan Subagiyo Sastrowadoyo, menyatakan, Pengarang Modern sebagai Manusia Perbatasan dan Goenawan Mohamad, memandang, Potret Seorang Penyair Muda sebagai Si Malin Kundang. Ini artinya kita selalu berada dalam perbatasan dan perjumpaan, saling hilir mudik mempengaruhi, bahkan mungkin tanpa kita sadari.

Kedepan dapat kita lihat sastra multikultur akan makin marak. Sedang yang selama ini kita lihat, masih digandoli subkebudayaan-etnis yang terlalu berat. Contoh beberapa karya dari, Linus Suryadi, Umar Kayam, Korrie Layun Rampan, Wisran Hadi dan Chairul Harun. Pada sastra masa depan tentunya akan kita jumpai sastra multikultur yang mampu melakukan sintesa kultur-etnis yang lebih baik. Sehingga menghasilkan sastra hibrida yang memiliki jati diri sendiri, baik itu sastra multikultur yang berbahasa Indonesia atau yang mengunakan bahasa Inggris, bahkan bahasa Inggris bercitra rasa Indonesia.

Namun pada pertengahan Oktober 2010, Kanselir Jerman, Angela Merkel, membuat pernyataan yang mengejutkan. Ia menegaskan, usaha membangun multikulturalisme di Jerman telah mengalami kegagalan total. Bahkan dua partai Uni Demokrat Kristen dan Uni Sosial Kristen, berkomitmen mewujudkan kultur Jerman yang dominan dan menentang bentuk multikulturalisme. Dan pernyataan ini diucapkan dimana neoliberalisme dan global modial sedemikian dahsyatnya. Komitmen itu memiliki arti penting, bahwa identitas nasional menjadi sebuah wilayah yang paling vital dan menentukan. Di Perancis juga sedang membentengi indentitas nasionalnya, dimana bahasa Perancis menjadi hal yang utama, sebagai jati diri bangsa. Ini artinya multikulturalisme yang terjadi hanya semu belaka, basa-basai, sebuah bayang-bayang dari keragaman. Apakah kesemu-semuan itu juga terjadi dalam kehidupan karya sastra. Sastra multikulturalisme yang ada dan akan berkembang hanyalah bayang-bayang kesusastraan yang sesungguhnya. Untuk menjawabnya tentu kita memerlukan telaah yang mendalam. Dan biarlah masa depan sastra sendiri yang membuktikannya.
***

*) Penyair dan Anggota Biro Sastra DK-Jatim
Sumber: http://syoga.blogspot.com/2010/11/realisme-dan-sastra-multikultur-masa.html

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi