Kamis, 05 Mei 2011

Perempuan dalam Sastra

Nurani Soyomukti *
Seputar Indonesia, 23 Des 2007

DALAM kesusastraan Indonesia, masih sedikit kaum perempuan yang berkecimpung di bidang sastra. Dunia sastra masih didominasi kaum laki-laki.Tak heran jika cara pandang bias gender pun terjadi.

Ideologi patriarki yang mendominasi masyarakat kita nampaknya turut memengaruhi cara pengarang dalam menempatkan tokoh perempuan dalam karya-karyanya. Kontradiksi pokok masyarakat Indonesia mulai dari feodalisme (yang masih tersisa dan belum hancur), kapitalismeimperialistik, dan militerisme adalah tantangan terbesar bagi kemerdekaan perempuan.

Struktur sosial tersebut menempatkan perempuan sebagai makhluk penuh dosa, dilemparkan secara nista dari wilayah produktifnya ke dalam domain domestik; pernikahan seperti pelacuran yang berpilar pada kebaikhatian dan kepasrahan perempuan.

Dalam bukunya Gadis Pantai, Pramoedya Ananta Toer menceritakan bahwa perempuan tidak lebih dari media pelatihan bagi pria menuju kesejatiannya untuk menikahi perempuan lainnya yang lebih berderajat atau bangsawan, tetapi tetap dijadikan perhiasan dalam sangkar emas, tetap menjadi alat untuk memproduksi keturunan.

Tidak lebih dari itu. Meski tragis, melalui karya itu, Pram menampilkan perempuan yang memberontak. Tokoh Srintil adalah gadis yang melawan kesewenang-wenangan terhadap dirinya dengan kesadaran melakoni hidup sebagai ronggeng yang dianggapnya sebagai pilihan untuk memberontak.

Humanisme realis Pram memang cukup kritis dalam melihat keberadaan struktur sosial yang membelenggu kaum perempuan. Karena itu pulalah, syaratsyarat munculnya kesadaran akan ketertindasan selalu dimiliki kaum perempuan. Pram menemukan tokoh-tokoh perempuan yang tercerahkan dalam sejarah kebudayaan Indonesia.Tradisi inilah yang sebenarnya harus dikembangkan dalam karya sastra agar berguna bagi kemanusiaan.

Tokoh Ibu yang Mencerahkan

Tokoh Nyai Ontosoroh dalam Tetralogi Pramoedya Ananta Toer (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, Rumah Kaca) adalah gambaran lain dari perempuan yang mengalami pencerahan; sosok yang bersahaja.

Ia mirip dengan seorang ibu dalam novel Ibundanya Maxim Gorky yang memahami dan mengerti kenapa anaknya dan anakanak muda lainnya harus berjuang membebaskan belenggu ketertindasan. Bahkan, sang ibu tersebut bukan hanya merelakan anaknya dengan tangis keharuan atas jiwa kepahlawanan.

Seorang ibu dalam novel Gorky digambarkan sebagai orangtua yang bertindak; mengirimkan surat-surat ke penjara, membagi-bagikan selebaran secara sembunyi-sembunyi.

Secara tegas, ibunda dalam karya Gorky digambarkan sebagai sosok perempuan yang hidup di masa Revolusi Demokratik berlangsung di Rusia, sekitar awal abad 20. Ia bersama rakyat miskin lainnya hidup di tengah peluit pabrik yang menjerit-jerit di atas perkampungan buruh yang kumuh. Ibunda menikah dengan Michail Wlassow, laki-laki peminum berat yang memperlakukan istri secara amat kejam.

Setelah suaminya meninggal, banyak keadaan yang berubah.Ia masih punya anak bernama Pavel,yang kemudian menjadi aktivis buruh dan terlibat dalam gerakan politik pada waktu itu. Keterlibatan Pavel dalam politik dimulai ketika ia memiliki kebiasaan baru, yaitu membaca buku dan interaksinya dengan para aktivis yang ditemuinya di tempat lain.

Awalnya, ketika dilihatnya bahwa kepribadian, komitmen, dan (utamanya) tujuan hidup anak laki-laki itu berubah, sang ibunda cemas dan khawatir padanya.Tetapi, akhirnya ia mulai dapat memahami hal-hal baru yang tak pernah terbayangkan dalam hidupnya setelah kawan-kawan Pavel menyusun sebuah gerakan kemanusiaan yang juga dibicarakan di rumahnya.

Bahkan,sang ibunda haru karena sekecil kumpulan pemuda tidak mabuk-mabukan ketika mengadakan pertemuan di antara mereka. Padahal, di daerah tempat ia tinggal, bila seorang pemuda telah usai kerjanya di pabrik dan berkumpul dengan teman-temannya, kegiatan yang normal adalah minumminum sampai mabuk.

Hal baru lainnya adalah bagaimana seorang gadis kawan Pavel mengorbankan dirinya, waktunya, hanya untuk sesuatu yang abstrak, yang disebut cita-cita. Maka,dalam novel Gorky ini, seorang ibu digambarkan sebagai sosok yang produktif dan aktif dalam sejarah untuk perubahan masyarakat.

Bukan seorang ibu yang cengeng dan hanya menginginkan kesuksesan pribadi anaknya.Ibunda dalam novel Gorky ini adalah yang memiliki cinta kasih universal, menyinari perasaan-perasaan tersulit anak-anak selama menghadapi represi kekuasaan Tsar.Ketika Pavel dan anak-anak itu satu persatu ditangkap, bahkan disiksa di depan matanya, Ibunda terjun ke kancah revolusi dengan peranannya sebagai pendistribusi pamflet ke kalangan buruh dan tani.

Kemudian, ia dituduh sebagai pencuri oleh seorang mata-mata dan saat sedang ditangkap polisi militer dengan kekerasan, ia teriakkan,“ Bahkan samudra pun takkan mampu menenggelamkan kebenaran!” Pengaruh Maxim Gorky dan sastra realisme sosialis di Indonesia memang melekat pada Pramoedya Ananta Toer, sastrawan besar Indonesia yang telah meninggal dunia beberapa waktu lalu.

Melalui karya terbesarnya, tetralogi Bumi Manusia, Pram juga mengangkat sosok perempuan sekaligus seorang ibu di masa penjajahan yang banyak melontarkan pemikiran yang maju dan mencerahkan. Tokoh Nyai Ontosoroh yang dikonstruksi dan diidealisasi Pram juga merupakan seorang yang ikut mendukung pemikiran baru yang sedang bangkit waktu itu karena pengaruh pencerahan.

Nyai Ontosoroh adalah seorang wanita bumiputra yang bernama asli Sanikem, perempuan pribumi sederhana yang awalnya tak berdaya untuk menolak menjadi gundik (nyai) seorang Belanda bernama Herman Mellema. Tetapi, ia menemukan kebangkitan diri. Kekalahannya dalam bentuk ketakberdayaan dalam menolak menjadi gundik mendorong Nyai Ontosoroh untuk banyak menyerap berbagai arus pemikiran Belanda dan bahkan mengendalikan perusahaan milik Herman.

Nyai Ontosoroh tetaplah Sanikem, wanita pribumi yang lagi-lagi tak berdaya ketika anaknya, Anellies, diambil paksa dari tangannya. Namun bagaimanapun, Nyai Ontosoroh dalam novel tersebut telah berusaha keras melakukan perlawanan mempertahankan anaknya, meski kalah. Kekalahan adalah risiko dari pertarungan. Tetapi, semangat untuk mengalahkan belenggu penindasan dan kemunafikan adalah sebuah harga yang mahal.

Dalam novel tersebut digambarkan bahwa Nyai Ontosoroh berkata kepada tokoh Minke dengan kepala tegak, “Kita kalah. Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya!” Dalam novel tersebut, Nyai Ontosoroh adalah seorang ibu yang sangat mengasihi anaknya,Annelis.

Bahkan, ia adalah ibu yang memberikan banyak gagasan maju yang mencerahkan anak angkatnya, Minke, seorang pemuda keturunan bangsawan Jawa yang tidak lagi mau tunduk patuh pada produk pikiran dan tindakan lama yang mencerminkan relasi ketidakadilan.

Seorang ibu, Nyai Ontosoroh, telah mendorong seorang pemuda untuk berpartisipasi dalam mendukung perubahan di sebuah negeri yang memang hendak meninggalkan zaman kegelapan. Seorang ibu dalam masyarakat transisi memiliki peran yang kuat, tidak lemah dan hanya tunduk patuh serta jatuh ke dalam kubang posisi dan peran domestik,apalagi sampai menjadi objek kekerasan suami.

Karya-karya semacam itulah yang sangat kita butuhkan sekarang ini.Perjuangan memperjuangkan hak-hak perempuan dan menuntut partisipasi aktif dan produktif bagi kaum perempuan adalah kebutuhan yang tak dapat ditawar. Para penulis dan pengarang (sastrawan) harus mengagendakan aktualisasi komitmen sosial kepengarangannya, terutama dari kaum perempuan sendiri yang seharusnya berada di garis depan dalam dunia kesusastraan untuk menuliskan posisi dan peran yang maju dan mendobrak budaya patriarki.

Mendobrak Kebudayaan Lama

Akhir-akhir ini memang banyak karya sastra yang menjadi tempat bagi kaum perempuan mendobrak kebudayaan lama Indonesia yang membelenggunya.Bukan lagi lelaki seperti Pram yang hadir,tetapi justru kaum perempuan sendiri yang telah menghasilkan karya sastra untuk melontarkan pemikirannya menamai relasi kesetaraan.

Sebut saja Ayu Utami yang dengan novel Saman dan Larung-nya berhasil merebut diskursus baru tentang perempuan yang memiliki hak atas tubuh dan pilihan ideologis atau keberpihakan. Nama lain seperti Jenar Mahesa Ayu,Dewi “Dee” Lestari,Rieke Dyah Pitaloka, turut membuka kembali kebekuan paham lama.

Mereka melanjutkan upaya perlawanan yang dirintis Kartini. Melalui sastra, pencerahan dimulai dan paham lama ditinggalkan. Karya-karya tersebut turut mengiringi gerakan sosial untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan. Capaian legal dan formal saja tidak cukup.Memang,dibutuhkan sebuah penempatan perempuan dalam perjuangan untuk menghadapi dan menghancurkan tatanan penindasan yang kini didominasi neoliberalisme dan sisa-sisa feodalisme.

Perjuangan perempuan tidak boleh eksklusif, tetapi harus terlibat dalam perjuangan massa rakyat, mengarahkan serangan ideologis,dan programatiknya untuk menyerang akar permasalahan. Sebagaimana kita rasakan, karya-karya sastra tersebut turut mewarnai dan memberikan nuansa estetis pada gerakan sosial dan (bahkan) politik untuk menghancurkan sumber-sumber sosial yang menyebabkan ketertindasan perempuan.

* Nurani Soyomukti, Pendiri Yayasan Komunitas Teman Katakata (Koteka), memperoleh penghargaan Juara I Lomba Esai Pemuda Tingkat Nasional Menpora 200
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2007/12/esai-perempuan-dalam-sastra.html

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi