Y. Thendra BP
http://sastra-indonesia.com/
Tiga tukang kaba di atas tiga level, tampak seperti tungku. Di tengahnya, para penari dengan rebana kecil memainkan tari Indang, serupa api yang sedang menyala. Ditingkahi dendang dan alat musik Minangkabau (Saluang, Bansi, Rabab, dan Talempong yang silih berganti). Tiga tukang kaba itu melantunkan kisah, sahut menyahut.
Kemudian tukang kaba dan penari berbaur menjadi tiga kelompok. Memainkan bentuk grouping, mereka saling berbantah, laiknya suara urang banyak. Satu kelompok (protagonis) memihak kisah “Siti Baheram”, Satu kelompok menolak (antagonis), satu kelompok lainnya (tetagonis) menengahi. Tiga kelompok itu adalah visualisasi tigo jerong yang merupakan istilah dalam tari Indang, juga mengacu pada filosofi Jerong Nan Tigo (alim ulama, ninik mamak, cerdik pandai). Sebelum selisih faham makin tajam, kelompok penengah mengajak untuk sebaiknya menyimak kisah. Akhirnya ‘kebenaran kisah’ dari Siti Baheram dikembalikan kepada penerima kaba (penonton).
Begitulah, awalan dari pementasan teater “Siti Baheram (Bukan Dunia Luar Pagar)”. Naskah lakon yang berangkat dari kaba (seni tradisi bertutur di Minang), yang ditafsir ulang oleh Raudal Tanjung Banua (penulis naskah) dan disutradarai oleh Efyuhardi S.Sn untuk ujian akhir penyutradaraan pasca sarjana ISI Surakarta. Di mata saya, awalan (Introduction) tersebut serupa tungku yang sedang memasak sebuah pertunjukan di panggung GedungTeater ISI Surakarta pada Jum’at, 29 Agustus 2008. pukul 20.00 wib.
Awalan yang rancak! Bagaimana tidak, bentuk seni tradisi bakaba yang selama ini berdiri sendiri dan terpisah, Rebab, Dendang, Saluang, dan Tari Indang, malam itu ditafsir ulang, disatukan dan dikolaborasikan dalam satu pertunjukan teater kolosal. Ada sesuatu yang ‘baru’ tanpa kehilangan yang ‘lama’. Efyuhardi S.Sn dan tim pertunjukan berhasil memahami konsep hukum ikat ‘sentak lepas’ Minang: adat dan tradisi (seni) bukan bersifat stagnan. Adat dan tradisi (seni) adalah buatan manusia yang bisa dikembangkan atau digubah sesuai zaman. Yang tak mungkin untuk digubah dan dibantah, itu bersifat hukum ikat mati—misalnya gempa bumi!
Selepas para tukang kaba memainkan perannya (exit stage), muncullah Buyung Juki (Rusmedi Agus) bersama sahabatnya, Buyung Gambuik (Toni Sri Rejeki). Mereka bersiasat, sebab sudah lama Buyung Juki memendam cinta pada Siti Baheram (Mariya Yulita Sari). Tetapi Ini bukan perkara mudah!
Siti Baheram adalah perempuan dan domain kekuasaan yang merupakan idealisasi perempuan Minang, dihadirkan sebagai wanita berbudi dan penuh pengabdian, rancak dan berharta, telah memiliki suami, yaitu Ajo Sidi (Tafsir Huda). Tetapi kehidupan rumah tangga Siti Baheram tidak bahagia. Ajo Sidi bukan suami yang bisa dijadikan seperti beringin di tengah kampung: akar tempat bergayut, batang tempat bersandar, daun tempat berteduh. Ajo Sidi adalah suami pelekat tangan (suka memukul), kerjanya cuma menguras harta Siti Baheram untuk memenuhi kegemarannya berjudi, mabuk-mabukan, dan bergendak dengan perempuan lain. Siksaan dari suami yang diterima Siti Baheram ditambah pula sikap keras mamaknya, Angku Kapalo (Edy Suisno), lengkaplah sansai Siti Baheram sebagai sosok korban egoisme patriarki.
Konflik dan siksaan yang diterima oleh Siti Baheram itu diketahui Buyung Juki. Lalu ia manfaatkan untuk memasukan cintanya. Gayung bersambut. Dalam kondisi jiwa yang rapuh, Siti Baheram menerima cinta Buyung Juki—meski dia tahu Buyung adalah sampah masyarakat, semaunya dan culas, tetapi sikap satria Buyung Juki meluluhkan hati Siti Baheram. Bersemilah cinta mereka (selingkuh?) dikitari persoalan-persoalan sosial yang terjadi. Hingga pada suatu malam, di jalan pulang yang kelam, dalam kondisi mabuk dan kalah judi, Buyung Juki melihat ada bayangan yang mengintainya, yang dia kira adalah penyamun. Maka disuruhnya Buyung Gambuik untuk menemui penyamun itu: “kalau dalam sepuluh tarikan nafas tak bisa kau selesaikan, aku yang akan turun tangan,” ucapnya pada sahabatnya itu.
Lebih dari sepuluh tarikan nafas, Buyung Gambuik tak muncul kembali di hadapannya. Ia cemas kalau telah terjadi sesuatu dengan sahabatnya. Bergegas ia menemui sosok yang dia kira penyamun itu. Tanpa pikir panjang, digoroknya leher sosok tersebut dengan parang. Buyung Gambuik yang berada di antara peristiwa itu, hanya bisa terperangah. Apa lacur, ternyata sosok itu adalah Siti Baheram.
Siti Baheram mati di tangan orang yang dicintainya. Buyung Juki membunuh orang yang dicintainya. Kematian yang tragis! Kematian yang amat disesali oleh Buyung Juki dan diratapi Buyung Gambuik. Kematian yang menghantarkan nyawa Buyung Juki ke tiang gantungan.
Sementara persoalan-persoalan sosial yang terjadi selama pertunjukan berdurasi satu setengah jam itu, tidak hadir sebagai bumbu dari kisah cinta Siti Baheram dan Buyung Juki. Namun menjadi bagian yang menghidupkan inti kisah.
Mengambil latar masa kolonial Belanda, penonton dapat melihat kekuasaan lebih ‘berbicara’ dibandingkan kebenaran. Di mana kaum kecil diposisikan sebagai kaum yang harus mengikuti kemauan penguasa. Misalnya dalam adegan perampasan makanan perempuan istri tukang beruk (Sandityas) dan anaknya (Nanik Indarti) oleh para petugas pajak (Ilham Setyawan, Husni wardana Hole, Ofy Nurhansyah). Meski istri tukang beruk berusaha melawan, apa daya, hukum rimba jua yang berlaku. Istri tukang beruk itu mati ditembak senapang petugas!
Begitu pula pada adegan di arena perjudian dadu. Bandar Judi (RA Yopie) yang seharusnya memiliki hak mengatur permainan, bisa diatur oleh petaruh (anak buah Ajo Sidi dan Buyung Juki). Kekuatan otot berbicara. Tetapi Bandar Judi yang mengedepankan kelicinan otak itu, bisa kembali mengambil alih permainan. Ia menangguk di air keruh, memanfaatkan pertikaian antara Ajo Sidi dan Buyung Juki.
Namun pertaruhan otak dan otot, peruntungan baik dan buruk di meja judi itu, akhirnya berkesudahan di tangan petugas. Atas nama hukum, Kepala Petugas (Roci Marciano) membubarkan perjudian itu dan merampas uang para penjudi dengan cara ‘terhormat’ala aparat.
Lagi-lagi kekuasan berbicara. Dan kekuasan yang berbicara itu makin terlihat pada adegan terakhir. Buyung Juki yang semestinya melewati proses pengadilan untuk menerima hukuman atas pembunuhan yang dilakukannya terhadap Siti Baheram, sesuai permintaan Angku Kapolo, harus dihukum gantung seketika. Tak ada pengadilan! Dan Kepala Petugas tak bisa membantah.
Begitulah. Persoalan-persoalan sosial yang ada dalam konflik cinta Siti Baheram, memberikan celah pada lahirnya pertanyaan baru: mungkinkah masih ada kejujuran yang membuat orang tidak merasa menjadi pahlawan bagi kelangsungan hari esok yang menjanjikan? Karena sesungguhnya tak ada kejahatan dalam hidup, yang ada adalah manusia tak jujur dan mementingkan diri sendiri. Di sinilah terbukti bahwa ‘kasus’ Siti Baheram bukan dunia luar pagar, sebab memiliki keterkaitan dengan banyak hal.
Menggali Tradisi, Meminang Nan Kini
Transformasi teks dari kaba ke dalam bentuk naskah lakon (panggung) oleh Raudal Tanjung Banua ini, memiliki struktur yang kuat, mengacu pada pengungkapan yang berimbang dan realistik. Dari segi penokohan, tak ada tokoh yang diposisikan sebagai hero dan Deus Ex Machina. Semua tokoh memiliki persoalan dan deritanya masing-masing. Begitu pula dengan ruang dan waktu, penonton tidak diajak untuk berada di tempat ‘antah barantah’ atau negeri imajiner, melainkan mengambil latar waktu masa lampau untuk berbicara tentang persoalan sekarang.
Memakai tata panggung minimalis-simbolik (Mata Emprit), ruang dan waktu dihidupkan lewat akting pemain dari adegan ke adegan. Hampir sebagian besar aktor dan aktris berperan dengan matang. Aktor dan aktris menjadi lewat pendekatan psikologis tokoh dan tidak terjebak dengan permainan tubuh yang akrobatik untuk mengejar kebanalan. Dengan kata lain, emosi tokoh yang diperankan aktor yang mencipta gerak. Sehingga kewajaran akting—yang biasa dipakai dalam permainan realis—hadir dengan baik. Hal ini terlihat dari bisnis akting tokoh Buyung Juki (Rusmedi Agus), Angku Kapalo (Edysuisno), Buyung Gambuik (Toni Sri Rejeki), Anak Buah Ajo Sidi (Jamal Abdul Naser) dan Anak tukang Beruk (Nanik Indarti).
Selama pertunjukan—terlepas dari awalan tukang kaba—seni tradisi yang hadir bukan hanya musik, kostum, dan tutur. Tetapi yang terlihat kuat pada pertunjukan malam itu adalah hadirnya permainan silek (silat) Minang, baik itu aliran silek langkah tigo maupun langkah ampek. Penguasaan langkah ampek silek Starlak terlihat dalam adegan perkelahian antara Buyung Juki (Rusmedi Agus) dengan Anak Buah Ajo Sidi. Buyung Juki (Rusmedi Agus) mampu memperagakan dengan baik pamenan silek Starlak itu.
Menghadirkan silek sebagai salah satu kebutuhan adegan dan akting aktor, merupakan pilihan yang tepat. Bagaimanapun, seni pertunjukan tradisi Minang banyak berakar dari Silek. Sebutlah misalnya Randai.
Boleh dibilang, pertunjukan teater Siti Baheram yang disutradarai Efyuhardi S.sn berhasil menggali seni tradisi; menafsir ulang, kemudian dihadirkan kembali ke dalam dramaturg teater moderen. Sehingga ‘kekinian’ terasa adanya. Kekinian yang bersumber dari yang lama. Seni tradisi yang juga hasil kreasi manusia itu, sekali lagi, sebagaimana hukum ikat sentak lepas, maka bisa digubah. Yang ada adalah penyesuaian dengan zaman. Dan kita tak perlu cemas kehilangan. Kecuali jika seni tradisi masih dipahami sebagai hukum ikat mati, seperti gempa bumi!
Solo-Yogyakarta, Agustus-September 2008
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar