Kamis, 05 Mei 2011

Tiga Topik Dominan Buku tentang Bali

I Nyoman Darma Putra*
Bali Post, 21 Des 2008

DALAM setengah abad terakhir, tulisan tentang Bali, baik yang terbit di media massa maupun dalam bentuk buku, didomininasi tiga topik utama. Ketiga topik tersebut adalah masalah politik, masalah budaya-adat, dan dampak pariwisata.

Tema lain seperti lingkungan, kesehatan, dan gender juga muncul tetapi dalam penggarapannya sering dikaitkan dengan ketiga topik di atas. Misalnya, kajian tentang lingkungan dan AIDS biasanya dilihat sebagai dampak pariwisata. Situasi sosial politik mempengaruhi timbul-tenggelamnya ketiga topik dominan itu.

Masalah politik menjadi topik dominan tulisan-tulisan yang muncul pada zaman Orde Lama 1960-an. Euforia politik zaman Presiden Sukarno dan konflik antara aktivis Lekra (pro-PKI) dan Lembaga Kebudayaan Nasional alias LKN (pro-PNI) membuat banyak puisi, cerpen dan drama ditulis atau dipentaskan untuk propaganda politik.

Cerpen yang muncul waktu itu misalnya “Cintanya untuk Api Revolusi” karya IGB Arthanegara atau puisi “Anak Marhaen” karya Ngurah Parsua. Lagu-lagu janger diciptakan dengan pesan “ganyang Malaysia” atau membakar spirit membebaskan Irian Barat.

Setelah Sukarno jatuh, Presiden Suharto berkuasa. Regimnya menerapkan strategi depolitisasi. Tidak dibenarkan lagi menjadikan sastra dan seni sebagai alat propaganda politik. Perwujudan stabilitas nasional dan pembangunan ekonomi sering dijadikan alasan untuk mengekang kebebasan berekspresi. Buktinya, waktu itu novel yang hendak diterbitkan harus mendapat izin Komdak (Komanda Daerah Kepolisian).

Adat dan Pariwisata

Ketatnya kontrol pemerintah membuat tumbuhnya sikap self-cencorship atau swasensor di kalangan budayawan, intelektual. Daripada menulis soal-soal politik dengan risiko berurusan dengan aparat keamanan, mereka lebih banyak menggali masalah budaya atau kasus adat dan dampak pariwisata yang “jauh” dari politik dan kritik atas Orde Baru.

Cerpen Rasta Sindhu “Ketika Kentongan Dipukul di Bale Banjar” yang bertema konflik kasta adalah contohnya. Cerpen ini ditetapkan sebagai terbaik Horison tahun 1969. Rasta Sindhu, wartawan dan cerpenis terbaik Bali waktu itu, juga menulis cerita berlatar pariwisata, misalnya “Sahabatku Hans Schmitter”, kisah simpati tentang hippies.

Tahun 1970-an, Putu Wijaya menulis dua novel masing-masing “Bila Malam Bertambah Malam” yang mengangkat masalah kasta, sedangkan “Tiba-tiba Malam” (TM) tampil dengan topik adat dan dampak pariwisata. Tokoh David dalam novel “Tiba-tiba Malam” menanamkan nilai Barat pada Subali dan mengajak tokoh Bali ini untuk memprotes adat yang ketinggalan zaman. Akibat ulahnya yang tidak pernah aktif di desa, Subali dijatuhi sanksi kasepekang.

Novel “Leak Ngakak” (1978) karya Putra Mada adalah contoh lain novel yang a-politis. Novel ini melukiskan kisah mahasiswi Australia yang datang ke Bali untuk belajar black magic. Ketika diangkat ke layar perak, film “Leak Ngakak” ini laris ditonton di seluruh pelosok Bali. Pemerintah tak perlu repot menyensornya karena kisahnya tak berurusan dengan topik politik.

Contoh sastra yang mengangkat tema tentang kasus adat dan dampak pariwisata secara tersendiri atau gabungan keduanya juga bisa dibaca dari karya-karya penulis produktif Bali lainnya seperti Sunaryono Basuki, Gde Aryantha Soethama dan Oka Rusmini. Aryantha Soethama, misalnya, menulis novelet “Suzan” (1988), kemudian diterbitkan dengan judul “Wanita Amerika Dibunuh di Ubud”, hadir dengan latar pariwisata dan wacana adat boleh tidaknya orang asing yang mati di Bali dikremasi secara Hindu.

Buku non-fiksi yang terbit pada zaman jaya-jayanya Orde Baru juga berurusan tentang adat. “Menggugat Bali” (1986) karya Putu Setia menyinggung pengaruh politik tetapi secara umum buku ini membahas perjalanan seni, budaya dan adat Bali dari waktu ke waktu. Contohnya lain, buku karya duet Ketut Wiana dan Raka Santeri berjudul “Kasta dalam Hindu, Kesalahpahaman Beradab-abad” (1991), jauh dari politik.

Zaman kekuasaan Suharto, buku politik tentang Bali nyaris tidak ada, kecuali yang terbit di luar negeri seperti “The Dark Side of Paradise, Political Violence in Bali” (1995) karya Geoffrey Robinson, yang beberapa waktu lalu sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Sisi Gelap Pulau Dewata Sejarah Kekerasan Politik”.

Politik Muncul Lagi

Topik politik yang sempat “tenggelam” zaman Orde Baru kembali menjadi sumber inspirasi sejak reformasi. Sastrawan atau intelektual lainnya yang dari dulu menahan diri menulis ihwal politik, sejak reformasi mulai mengangkat masalah isu sosial dan politik.

Buku-buku nonfiksi tentang politik mulai banyak muncul, seperti yang ditulis Ngurah Suryawan, termasuk buku “Bali, Narasi dalam Kuasa: Politik dan Kekerasan di Bali (2005) dan “Sandyakalaning Tanah Dewata: Suara Perlawanan dan Pelenyapan” (2005). Pun dengan hadirnya terjemahan “The Dark Side of Paradise”. Jika Orde Baru masih berkuasa, buku-buku seperti ini tidak mungkin bisa terbit.

Novel “Dunia Kampus yang Lain” (2007) karya IGB Arthanegara yang mengisahkan romantika mahasiswa Indonesia tugas belajar di Cina tahun 1960-an baru “berani” terbit setelah jatuhnya Orde Baru. Walaupun novel ini berkisah tentang nasionalisme dalam konteks anti-komunisme, sulit membayangkan apa jadinya novel ini kalau terbit pada Orde Baru: entah dilarang atau tidak.

Buku Widya Pataka

Tahun 2008, Perpustakaan Daerah Bali dalam kerangka anugerah Widya Pataka menerbitkan 10 buku karya penulis Bali, lima di antaranya dibahas dalam diskusi di Undiksha Singaraja, Senin (15/12) lalu. Kelima buku yang dibahas itu mencerminkan hadirnya tiga tema dominan yaitu politik, masalah budaya-adat, dan dampak pariwisata.

Buku “Bali dalam Kuasa Politik” karya I Nyoman Darma Putra dan “Elit Lokal Bali” karangan AA Gede Oka Wisnumurti (tidak dibedah) dari judulnya saja sudah mencerminkan pembahasan politik lokal Bali. Demikina juga buku kumpulan cerpen “Petarung Jambul” karya Gde Artawan berisi cerpen-cerpen yang mengambil tema politik. Cerpen “Luka”, misalnya, melukiskan rintihan pohon-pohon yang terluka karena batang-batangnya diikat kawat dan dipaku oleh para caleg untuk memasang spanduk kampanye. Perilaku politikus dikritik pedas dalam cerpen ini.

Kecenderungan Gde Artawan menulis cerpen bergaya absurd mengingatkan kita akan karya-karya Iwan Simatupang dan Danarto. Absurd atau surealis adalah gaya yang sah dalam penulisan tetapi sejarah sastra membuktikan peminat karya realis jauh lebih luas daripada yang absurd sehingga kelak Artawan mungkin tertarik menulis kisah-kisah realis tanpa tertutup untuk menggunakan simbol atau metafora demi estetika.

Buku “Kembali ke Bali” karya I Wayan Artika juga berbicara tentang politik. Di samping itu, ulasannya terhadap kehidupan sosial budaya Bali dilakukan dengan sangat kritis ditunjang kerangka pikir dan konsep yang jelas dan kuat. Artika bisa dikatakan salah satu dari sedikit penulis Bali yang sangat berbakat. Tulisannya jernih, jelas, dan dalam.

Hanya saja sikap Artika yang tergopoh-gopoh dan kurang diplomatis membuat pendapat-pendapatnya dalam buku ini cepat kedaluwarsa atau mengandung kontradiksi internal. Misalnya, di satu tulisan dia menyebutkan seniman Bali abai akan kehadiran new media (televisi, VCD, internet, dll). Dalam tulisan lain dia menyebutkan seniman Bali cekatan memanfaatkan media baru ini seperti aktivitas geguritan interaktif di radio/tv. Kalau mau sabar, kontradiksi internal seperti ini tak perlu muncul dalam buku ini.

Drama-drama karya karya Gus Martin dalam “Peti” dan novel “Hanya Nestapa” ditulis dengan latar belakang industri pariwisata. Drama “Peti” misalnya, melukiskan romantika kehidupan perkawinan seorang penari Indonesia dengan pelukis Australia yang semula sempat retak tetapi akhirnya happy ending. Tuan Daniel, pelukis Australia, setelah rukun mengajak istrinya Rumitni untuk berlibur ke Australia. Drama pendek ini menarik karena jenaka dan dilukiskan penuh dengan tegangan, konflik dan trik surprise.

Kejenakaan Gus Martin yang sehari-hari bekerja sebagai kartunis Bali Post tercermin kuat dalam hampir semua naskah drama yang termuat dalam buku “Peti” ini. Namun, berbeda dari kartun-kartunnya yang menyoroti dinamika sosial budaya Bali, drama-drama Gus Martin jauh dari minat menggarap tema yang secara spesifik berkaitan dengan budaya Bali. Justru di sanalah letak kelebihannya karena drama ini memiliki potensi audiens yang luas, tidak ada gap budaya di mana dan kapan pun dia dipentaskan.

Kalau drama “Peti” berakhir dengan happy ending, novel “Hanya Nestapa” karya Sunaryono Basuki berakhir dengan sad ending. Tokoh utama novel adalah pengusaha biro perjalanan yang sukses tetapi dua kali dia diterjang sial: pacar yang hendak dinikahinya meninggal disikat bom tahun 2005. Setelah dia berusaha mencari lagi, nyawa pacar keduanya pun terenggut dalam serangan bom 2005. Perkawinan tidak terjadi, yang tersisa “hanya nestapa”.

Seperti dikritik oleh Kadek Sonya Piscayanti di Bali Post (7/12), novel ini tidak menyediakan ruang yang cukup untuk menggali konflik kejiwaan dan wacana konspirasi di balik bom Bali yang sempat diperkenalkan penulisnya di awal-awal cerita. Meski demikian, “Hanya Nestapa” menyumbangkan catatan dalam bentuk cerita tentang kepedihan jiwa yang dialami warga Bali secara personal akibat serangan terorisme.

Bom Bali tidak saja menghancurkan bisnis pariwisata tetapi membuat hidup banyak warga didera nestapa. Jika dibaca dari sini, novel ini bisa membangun kebencian kepada pelaku terorisme, dan melupakan dugaan teori konspirasi (yang sempat diungkit sekadarnya dalam novel ini) bahwa ledakan bom Bali itu adalah nuklir kecil yang “diragukan” hasil kerjaan oknum teroris dalam negeri.

Supercepat dan Radikal

Apa pun, penulis yang karyanya diterbitkan dalam kerangka anugerah Widya Pataka telah mencoba tidak saja mencatat apa yang terjadi tetapi menawarkan perspektifnya terhadap perubahan supercepat dan radikal di Bali dewasa ini.

Tapi, sumbangan pemikiran yang diberikan para penulis selama ini harus dikatakan masih kecil dibandingkan dengan banyaknya persoalan yang muncul. Masih banyak yang perlu ditulis dan diterbitkan sebagai buku. Tampaknya, ketiga tema besar, masalah politik, budaya-adat, dan dampak pariwisata masih akan mendominasi isi buku-buku tentang Bali!

*) Dosen Faksas Unud. Tulisan ini merupakan revisi dari makalah yang disampaikan dalam bedah buku di Fakultas Bahasa dan Seni, Undiksha, Singaraja.
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2008/12/pustaka-tiga-topik-dominan-buku-tentang.html

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi