Fahrudin Nasrulloh*
http://www.radarmojokerto.co.id/
Obrolan di cafe ”Sidade” itu makin menghangat. Kopi disuguhkan. Bila mau pilih teh boleh juga. Yang wasgitel atau sariwangi. Bisa pesan jika minat teh rosella Malang yang berdaun gelap kecoklat-coklatan. Rokok Jisamsoe disesap, seperti menghirup seisi cafe dari ingatan yang pudar. Ia berjalan mondar-mandir melayani pembeli. Pangsit dan Mie ayam Jakarta, pun es campur tersedia di sini: Jl. Manukan Tama 10 A, Tandes, Surabaya. Dulu, lelaki berkumis tebal dan bertubuh gempal ini pemain bass di grup pertunjukan Gambus Misri. Ia termasuk penonton ludruk yang setia.
”Saya itu hampir tidak ingat sama sekali Gambus Misri. Apalagi tentang ludruk Jombang ataupun yang di Surabaya. Ingat sedikit-sedikit, dan kayaknya kalau dipancing tanya sana-sini, tak banyak yang bisa keluar,” ia melirik garing. Lalu omongannya mblakrak ngalor-ngidul. Teringat tiba-tiba ia akan masa kecilnya di Desa Nglele, Sumobito, Jombang, saat karibnya Jazuli bercerita, seperti kadal kalap dilempar sandal, tentang orang-orang yang dikepung ketakutan di masa Gestok. Masa silam itu seperti mengeprukkan ganden ke dengkul hingga remuk. ”Pokoke sing gak sembahyang diarani PKI,” begitu patahan kalimatnya, yang diulang 3 kali. Lalu saya teringat cerita orang-orang tua di kampung tentang hubungan ludruk dan PKI. Ada memang beberapa grup ludruk yang digandeng PKI untuk ikut memuluskan program-program pemberdayaan kaum petani, pemuda-pemuda rakyat, dan para buruh. Mereka kadang menyelingi cerita soal lakon yang dipentaskan. Misalnya ”Gusti Allah Sunat”, atau ”Gusti Allah Mantu”, atau ”Tujuh Setan Desa”. Lakon-lakon itu kini tenggelam, lamat-lamat, tapi tetap terdengar angker. Seperti darah yang merembes dari mata dan telinga. ”Wah, kalau cerita itu saya nggak menangi (tidak di masanya) Mas. Tapi, ketika ramai-ramainya ludruk di Surabaya, tahun 1980-an, yang masih teringat kuat ya lakon ’Subakir Mati Metingkrang’ itu. Ceritanya lupa bagaimana. Para pemainnya sudah lupa. Ludruknya apa juga lupa,” sela Cak Memet. Tampaknya, orang-orang agak lawas kayak Cak Memet, sebagai bagian kecil dari apresian ludruk, satu potong dua potong, masih mengingat ludruk sebagai kepingan dari kenangan hidupnya.
Cak Memet tak tahu persis kapan ia lahir. Ingatannya sudah ”butek”, kacau dan kotor. Barangkali sekitar tahun 1956. Tak terlalu tua. Ia pendek dan tegap. Sorot matanya teduh tapi menembus. Rambutnya cepak berombak. Namun ingatannya kerap dihajar bayang-bayang kematian di rimba Timor-Timur pada 1976-1979. Ia bercerita dengan bangganya saat membunuhi tentara pemberontak di sana. Dibunuh atau membunuh. Terbayanglah film Platoon garapan Oliver Stone itu. Tahun 1980-an ia keluar dari dinas ketentaraan. Karena sering bikin kisruh dan pernah sekali menghajar komandannya. Ia lantas merantau ke Surabaya. Menggelandang dan jadi preman. Kini, hampir seluruh orang pasar dan warga sekitar Manukan mengenalnya sebagai orang baik dan telah meninggalkan pekerjaan lamanya itu.
Pada seseorang lain. Di malam 23 April 2011 sehabis hujan di sore hari yang deras. Si penjual kacang godok, Mbah Munawi (65 tahun), asal Gayungsari, dengan sepeda onthelnya, rutin berjualan di sekitar Taman Budaya Jawa Timur (TBJT), di Jl. Genteng Kali 85 Surabaya. Sejak awal Februari 2011, ia sudah mencatat dari brosur agenda pertunjukan kesenian yang secara periodik digelar di pendopo Jayengrono TBJT itu. Di situ sepanjang 2011 diadakan banyak pertunjukan kesenian. Ada wayang kulit, ludruk, pakeliran, festival balet, tayuban, seminar seni budaya, pertunjukan musik, festival dalang, revitalisasi budaya daerah, dan lain-lain. Yang paling digemarinya adalah pertunjukan ludruk. Ia sangat terkenang lakon ”Subakir Mati Metingkrang” yang pernah ditontonnya di daerah Krian di awal 1980-an yang dipentaskan ludruk Begidhak Massa pimpinan Saji Wibowo dari Jombang. Saya jadi teringat sejenak cerita Cak Memet dan kembali saya bertanya-tanya, pernahkah ada lakon itu atau semata halusinasi belaka? Biarlah saja dulu. Pak tua ini mungkin keliru atau lupa-lupa ingat.
Di balik kertas pembungkus kacang, Mbah Munawi, menunjukkan kepada saya agenda ludruk periodik itu: Ludruk Budhi Wijaya Jombang, lakon ”Babat Tunggorono” (di pendopo TBJT, 26 Februari 2011); ludruk Warna Jaya Sidoarjo, lakon Kabut di ”Lereng Gunung Pananjakan” (di Taman Krida Budaya Malang, 25 Maret 2011); ludruk RRI Surabaya, lakon ”Tragedi Bumi Rungkut” (di pendopo TBJT, 26 Maret 2011); ludruk Suromenggolo Ponorogo, lakon ”Asal-usul Reog Ponorogo” (di pendopo TBJT, 23 April 2011); ludruk Wahyu Budaya Lamongan, lakon ”Bandit Blandong Selo Guno” (di pendopo TBJT, 28 Mei 2011); ludruk Merdeka Jember, lakon ”Maryati Gila” (di pendopo TBJT, 25 Juni 2011); ludruk Bintang Baru Jombang, lakon ”Dendam Membara” (di Taman Krida Budaya Malang, 23 Juli 2011); ludruk Subur Budaya Malang, lakon ”Selor Pancuran Mergosono” (di pendopo TBJT, 24 September 2011); ludruk Armada Malang, lakon ”Putri Guwo Buring” (di Taman Krida Budaya Malang, 22 Oktober 2011); ludruk Timbul Jaya Probolinggo, lakon ”Brandal Gunung Anyar” (di pendopo TBJT, 26 November 2011); ludruk Karya Budaya Mojokerto, lakon ”Pasir Kali Brantas” (di Taman Krida Budaya Malang, 23 Desember 2011).
Wah, lengkap betul catatannya. Lalu saya membayar satu contong kacang seharga 2000 rupiah. ”Gimana Mbah, pertunjukan ludruknya yang kemarin, menarik?” tanya saya. ”Podo wae ambek sing saiki Mas, kurang nyes dirasakno. Lakone kok model iku-iku terus,” timpalnya. Lantas ia bercerita agak panjang dan putus-putus tentang lakon ”Subakir Mati Metingkrang”. Kisahnya, Subakir itu juragan becak yang sombong, keminter, gatal menggoda perempuan, penjudi, suka adu jago, tapi baik hati dan royal mentraktir makan siapapun terutama terhadap penggenjot becaknya. Ia juga tukang pukul semasa mudanya. Musuh-musuhnya banyak. Bla-bla-bla. Di akhir cerita, saat ia duduk di kursi pentil sambil cedat-cedut merokok, di sebuah warung kopi, bersama puluhan tukang becaknya, tiba-tiba ia meninggal dalam posisi metingkrang. Semua orang di situ kaget. Bingung. Histeris. ”Wak Bakir mati metingkrang, Wak Bakir mati metingkrang!!” teriak seorang dari mereka.
Mbah Munawi sempat terhenti sejenak. Memungkasi cerita. Saya menoleh ke panggung. Tampak 2 personil ludruk Suromenggolo sedang mendagel, setelah mengidung soal susahnya jadi petani dan mirisnya jadi seniman ludruk di jaman ini. Terasa garing. Kira-kira 25-an menit penonton membisu. Tak ada ledakan tawa. Lakonnya malam itu ”Asal-usul Reog Ponorogo”. Lalu saya bergeser lima langkah ke warung kopi sebelah. Ada Cak Imam CB, seniman teater, di situ bersama 2 temannya. Kami saling menyapa. ”Jaman wis majune koyok ngene, kenapa nggak ngangkat lakon misale ’Cuci Otak’? Ini kan lagi rame-ramenya NII. Atau tentang terorisme. Dulu orang nonton ludruk itu seperti menyerap energi jaman. Sekarang nggak tahu apa yang mereka serap,” komentarnya. ”Bisa juga seperti itu Cak. Ludruk seperti ’mati metingkrang’: ditinggalkan jaman sekaligus kehilangan spirit masa silamnya. Yang kita tonton seolah hanya panggung kosong. Cuma hawa dingin sepi yang kita bawa pulang,” sambung saya. ”Bukan, Mas. Tapi orang-orang ludruk sendiri yang tak mau atau tak mampu mengikuti perubahan jaman yang terus berderap. Jadi yang ’mati metingkrang’ itu utopianya. Sebab urusan perut yang jadi pokoknya. Tak menggerakkan jiwa dinamisnya.”
Dan, sejenis cerita apakah yang seakan-akan fiksi itu tiba-tiba menyembul dari Cak Memet, lalu secara kebetulan juga keluar dari Mbah Munawi? Sosok Subakir yang mati unik itu bisa saja sebagai cermin persoalan keseharian kaum kelas bawah. Tak begitu penting apakah itu pernah sebagai lakon ludruk ataukah semata halusinasi dari dunia klangenan publik ludruk.
---
Fahrudin Nasrulloh, bergiat di Komunitas Lembah Pring Jombang
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar