Ahmad Zaini*
http://sastra-indonesia.com/
Di depan rumah, Mbah Sanusi duduk sambil menghisap rokok. Dari mulutnya keluar kepulan asap membumbung menerpa atap rumahnya. Seketika asapnya menghilang bersama hembusan angin yang lewat pada siang hari. Tubuh kurus yang terbalut seragam veteran disandarkan pada kursi goyang peninggalan orang tuanya sewaktu zaman penjajahan. Di sebelah kanan seragam dinasnya tersemat lencana veteran yang dikenakan setiap peringatan hari pahlawan.
Mbah Sanusi meraih tongkat warna coklat mengkilat yang disandarkan di dinding rumah. Tangan kurus dengan kulit keriput perlahan memegang erat tongkat yang sejak jaman penjajahan sebagai teman hidupnya. Tongkat tersebut sebagai penyangga kaki kanannya yang cacat akibat disiksa oleh para kompeni waktu itu. Masih segar dalam ingatannya, sewaktu ia berangkat menuju pos komando. Di tengah perjalanan ia dihadang oleh para kompeni. Ia diperiksa kemudian ditangkap. Tidak cukup sampai di situ, Mbah Sanusi juga disiksa hingga kaki kanannya menderita cacat permanen seperti sekarang ini.
Jika ia mengenang masa lalu, saat Mbah Sanusi bergerilya beserta kawan-kawannya, ia selalu menitikkan air mata. Ia merasakan betapa beratnya merebut kemerdekaan yang selama bertahun-tahun dikuasai penjajah. Setiap malam ia bergerilya, menyelinap ke sarang-sarang penjajah guna memata-matai mereka. Setiap hari ia meninggalkan istrinya yang sedang hamil delapan bulan. Sampai-sampai saat kelahiran anak pertamanya ia tidak bisa menunggui istrinya yang berjuang antara hidup dan mati demi kelahiran buah hatinya. Akan tetapi, semangat patriotis dan nasionalis Sanusi muda tetap bergelora mengalahkan kepentingan keluarga demi martabat nusa dan bangsa.
Lamunan Mbah Sanusi ke masa lalunya seketika sirna ketika mendengar bunyi sirine meraung dari tengah alun-alun kota. Bergegas ia menyeka air matanya dengan sapu tangan di sampingnya. Mbah sanusi berdiri dengan bantuan tongkat di tangan kanannya. Badannya gemetar saat melangkahkan kakinya yang mulai ringkih. Ia berdiri di pagar rumahnya menyaksikan segelintir orang yang sedang melaksanakan upacara memperingati Hari Pahlawan. Sayup-sayup terdengar aba-aba komandan upacara memberikan istruksi kepada peserta upacara lalu disusul renteran tembakan yang berdentuman di angkasa. Riuh rendah lagu Indonesia Raya berkumandang dari tengah lapangan. Diiringi kibaran merah putih yang merayap menapaki tiang. Tangan kanan Mbah Sanusi bergerak memindah tongkat penyangga kakinya. Ia alihkan tongkatnya ke tangan kiri. Dengan segala tenaga yang tersisa, tangan kanan Mbah Sanusi membentuk sikap hormat kepada sang saka merah putih. Mata sayu berkaca-kaca terkena pantulan cahaya surya. Tak lama kemudian air mata bening sisa-sisa perjuangan masa lalu meleleh melintasi pipinya yang sudah kempong dimakan usia.
Panas menyengat tiada ia rasa. Semangat kepahlwanan Mbah Sanusi seakan menggelora kembali. Namun, apa daya energi sudah tidak mumpuni. Akhirnya, ia hanya pasrah saat putra pertama yang kini mengasuhnya, menuntun tangan kirinya mengajak masuk ke rumah.
”Merdeka!” pekik Mbah Sanusi kepada putranya.
”Merdeka!” putranya menimpali dengan tangan kanan mengepal.
Tubuh kurus Mbah Sanusi kemudian disandarkan lagi pada kursi yang berada di ruang tamu.
”Sholihan, tolong nyalakan televisi!” perintah Mbah Sanusi kepada putranya yang kini sudah menduda.
Pukul 12.00 WIB ada tanyangan berita dari salah satu televisi swasta. Setiap ada tanyangan berita, Mbah Sanusi selalu mengikutinya. Ia ingin mengetahui perjalanan bangsa ini yang sudah memasuki usia setengah abad lebih. Pada tayangan pertama, tersiar kabar pembunuhan. Seorang anak tega membunuh ayah kandungnya gara-gara tidak menuruti permintaannya agar dibelikan sepeda motor. Pada berita berikutnya, telah terjadi tawuran antarpelajar yang dirangkai dengan berita rekaman video mesum yang melibatkan seorang siswi dengan seorang pejabat pemerintahan. Berita selanjutnya berisi para petinggi negara terlibat kasus tindak pidana korupsi. Dan yang terakhir adalah berita kelaparan yang melanda berbagai daerah di Indonesia.
”Astaghfirullahal Adziim!” ucap Mbah Sanusi seraya melepaskan rokok yang dijepit dengan kedua jari tangan kanannya.
Ia merasa belum sempurna perjuangannya di masa lalu. Melihat kondisi bangsa yang semakin rusak seperti sekarang ini, ingin rasanya ia bangkit untuk berjuang menanggulangi kebobrokan moral yang dialami para pejabat dan generasi penerus bangsa. Terasa sia-sia pula darah yang mengalir di setiap luka teman-temannya.
”Kami telah berjuang dengan mengorbankan harta benda, nyawa, dan keluarga. Tapi apa balasan generasi muda sekarang ini? Kami tidak butuh tanda jasa. Kami tak butuh penghargaan. Kami tak butuh dikenang. Yang kami butuhkan adalah munculnya generasi-generasi baru yang meneruskan perjuangan kami dan juga kawa-kawan yang gugur di medan peperangan,” keluhnya.
Suara Mbah Sanusi melemah. Tubuh kurusnya gemetar. Lambat laun tubuh itu lunglai di sandaran kursi tuanya. Sholihan bergegas membopong tubuh ayahnya lantas dibaringkan di sebuah ranjang beralas kasur dengan sprei berlogo veteran. Penyakit tuanya, asma, kambuh lagi. Napasnya tersengal-sengal. Tubuh kurusnya terguncang-guncang di atas ranjang. Sholihan segera memanggil tetangganya untuk dimintai bantuan memanggilkan dokter yang selama ini merawat orang tuanya. Tak lama kemudian dokternya datang.
Mbah Sanusi berjuang melawan asma saat upacara peringatan Hari Pahlawan berlangsung. Detik-detik menegangkan telah berlalu setelah dokter memberikan suntikan obat di bokongnya. Mbah Sanusi perlahan mulai sadar. Jari-jarinya bergerak seperti mengisyaratkan sesuatu. Sholihan yang sudah paham dengan isyarat itu segera mengambilkan sebatang rokok kepada ayahnya. Saat rokok itu akan disulut dengan korek api, dokter segera mencegahnya.
”Jangan diberi rokok, Mas!”
”Biarlah, Dok! Biarkan rokok ini menenangkan pikiranku. Tanpa rokok saya akan teringat dan trauma dengan tayangan berita yang baru saja kusaksikan tadi,” kata Mbah Sanusi menentang larangan dokter.
”Tapi, Mbah San, pengidap penyakit asma itu tidak boleh merokok!”
”Aku ingin merasakan racun tembakau ini karena bahaya racun rokok yang kurasakan tak sebanding dengan racun yang menggerogoti moral generasi muda sekarang,” ucapnya sekali lagi pada dokter yang merawatnya.
Sholihan sebagai putra satu-satunya mencoba memberikan pengertian kepada ayahnya. Tapi, selalu gagal. Setiap kali ia akan membujuk ayahnya agar tidak merokok, Mbah Sanusi selalu beralasan seperti itu lagi. Akhirnya, Sholihan menyerah dan menuruti apa yang diminta oleh ayahnya.
Sebatang rokok telah ia apit dengan dua jari tangan kirinya. Sholihan membantu menyulutkan korek api pada rokok ayahnya. Sekali disulut bara memerah di ujung rokok ayahnya merambat mendekati bibir hitam Mbah Sanusi akibat sering merokok. Dengan mendesah Mbah Sanusi menghisap rokok kemudian asap rokoknya disemburkan memenuhi ruangan tengah rumahnya. Sholihan, para tetangga dan dokter hanya diam mematung melihat aksi nekat yang dilakukan oleh Mbah Sanusi.
”Uhuk, uhuk, uhuk! Dok, tolong aku!” pinta Mbah Sanusi dengan suara parau.
Dokter beserta mereka yang masih berada di situ segera beranjak dari tempat mereka berdiri. Mereka segera menghampiri dan memeriksa keadaan Mbah Sanusi. Napasnya kembali tersengal. Tubuhnya terguncang-guncang. Dari mulut dan telinganya mengalir darah segar. Tubuh Mbah Sanusi segera diangkat ke ambulance yang dibawa oleh dokter. Segera ambulan itu melesat meninggalkan rumah sederhana di pinggiran kota menuju rumah sakit.
Setengah hari Mbah Sanusi dalam perawatan intensif tim dokter. Mata sayunya perlahan terbuka. Ia melihat sekelilingnya dengan senyum keramahan. Bisik suaranya memanggil anak semata wayangnya. Kemudian telinga Sholihan didekatkan pada mulutnya. Sebentar Sholihan mencium bau amis darah yang bercampur dengan bau asap rokok.
”Panji-panji perjuangan harus ditegakkan. Selamatkan generasi penerus bangsa dari segalam macam bentuk penjajahan. Lindungilah moral mereka dari racun kehidupan modern!” bisiknya.
Kemudian mata yang sempat terbuka perlahan tertutup dan terpejam untuk selama-lamanya.
”Innalillahi Wainna Ilaihi Rojiuun!” kata dokter.
”Beliau telah meninggal dunia!” sambungnya.
Mulut mungil dengan simpul senyumnya mengakhiri perjuangan Mbah Sanusi selama ini. Ia telah pergi ke tempat peristirhatan abadinya.
Karangan aneka bunga berjajar rapi di pagar rumahnya sebagai ungkapan belasungkawa dari kerabat dan handai taulan. Gundukan tanah dengan batu nisan telah mengubur sejuta kenangan selama dalam perjuangan. Namun harum wangi bunga yang ditaburkan di atas pusara, semerbak wanginya tercium sepanjang masa. (*)
Lamongan, November 2011
*) Dilahirkan di Lamongan, 7 Mei 1976. Beberapa puisi dan cerpennya pernah dimuat di Radar Bojonegoro, Majalah MPA (Depag Jatim), Antologi Puisi Bersama seperti Bulan Merayap (Dewan Kesenian Lamongan,2004), Lanskap Telunjuk (DKL, 2004), Khianat Waktu, Antologi Penyair Jawa Timur (DKL, 2006), Absurditas Rindu (Sastra Nesia Lamongan, 2006), Kidung Rumeksa Praja (Dewan Kesenian Jawa Timur, 2010).
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar